post image
Foto/Net
KOMENTAR

Kelapa sawit merupakan berkah yang diberikan Tuhan YME dengan perjalanan panjang dari Afrika menuju Indonesia sampai akhirnya tersebar luas di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada awalnya kehadiran tanaman kelapa sawit hanya menjadi tanaman warisan Pemerintah Kolonial Belanda, perlahan menjadi tanaman komersial.

Pada awal tahun 1980-an, perkembangan tanaman kelapa sawit mulai merambat hingga mencapai luas 200.000-an ha. Hingga sampai saat ini luas perkebunan kelapa sawit mencapai angka 18,03 juta ha.

Peningkatan jumlah lahan kelapa sawit di Indonesia sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Semakin tinggi peningkatan jumlah penduduk, maka semakin tinggi pula peningkatan dalam memenuhi kebutuhan. Salah satu alternatif dalam mencapai kebutuhan tersebut adalah dengan dibukanya banyak lowongan pekerjaan di perkebunan kelapa sawit. Tercatat 50 juta penduduk menggantungkan kehidupannya pada tanaman ini.

Indonesia sampai saat ini telah berhasil menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit merupakan andalan penerimaan negara berupa pajak dan pendapatan ekspor. Dengan total ekspor non migas Indonesia, produk sawit dan turunannya menduduki uturan pertama terbesar yang memberi arti penting dalam struktur neraca perdagangan nasional.

Dengan peran strategis yang dimiliki perkebunan kelapa sawit, juga mengambil andil dalam membantu pekerjaan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan untuk kepentingan umum. Perkebunan kelapa sawit juga mulai memerhatikan sektor pendidikan dengan membangun sekolah di lingkungan perkebunan dan sektor ekonomi dengan pembangunan pusat pasar sebagai sentra perekonomian.

Permasalahan Petani Rakyat Kelapa Sawit. Perpres No 66/2015 tentang Pengumpulan Dana Sawit, PP No 24/2015 tentang BPDP-KS, Permentan No 1/2018 tentang Penetapan Harga Sawit, Permentan Indonesia Suistainable Palm Oil (ISPO) merupakan kebijakan yang sangat baik menurut pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada petani rakyat kelapa sawit.

“Lain gatal, lain digaruk”, begitulah pendapat petani terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah . artinya kebijakan tersebut tidak dapat menjawab persoalan petani rakyat.

Kondisi yang terjadi pada petani rakyat semata-mata harus diselesaikan sendiri oleh mereka. Penurunan harga TBS yang semula Rp1.500-Rp1.800 per kg kini menjadi Rp500-Rp800 per kg perlahan membuat petani geram dengan respon yang tidak memberikan dampak apapun terhadap kesejahteraan petani rakyat. Terdapat kesenjangan yang sangat jelas antara petani rakyat dengan perkebunan kelapa sawit. Di beberapa daerah yang mengalami hal tersebut, seperti Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi dan Pulau Kalimantan mulai mengeluh hingga mencari alternatif lain untuk mengganti jenis tanaman menjadi tanaman jengkol seperti yang disampaikan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di Provinsi Riau.

Di lain sisi, tumpang tindih lahan juga menjadi permasalahan bagi petani rakyat dengan perkebunan kelapa sawit. Bahkan sering terjadi konflik dan kriminalisasi seperti yang dialami petani Donggala, Sulawesi Tengah.Bagaikan langit dan bumi, pengadaan infrastruktur jalan, jembatan, sekolah dan pusat pasar di PKS berbeda jauh dengan keadaan yang dirasakan petani rakyat dan masyarakat sekitar. Terhambatnya distribusi kelapa sawit juga diakibatkan oleh infrastruktur yang tidak memadai. Hal tersebut ditambah dengan ketidakpekaan pemerintah dalam memberikan bantuan baik materi maupun non materi demi kesejahteraan petani rakyat kelapa sawit.

Pengentasan Permasalahan Pandangan Prospek Kelapa Sawit secara Umum dengan Keadaan Nyata pada Petani Rakyat.

Ibarat dipisahkan oleh dua alam yang berbeda, begitulah kondisi ekonomi dan sosial yang dialami oleh masyarakat PKS dengan petani rakyat. Kondisi tersebut sudah lama diketahui oleh pemerintah, bahkan dipahami pemerintah. Namun, kenyataannya tetap tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin.

Prospek yang katanya berperan penting bagi perekonomian Indonesia dan memberikan kesejahteraan adalah benar bagi masyarakat sekitar PKS, tidak halnya bagi petani rakyat. Kenyataan itu jelas terasa bagi mereka yang berada di kelas bawah.

Artinya, dalam melihat peran kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia, Pemerintah harus membuat kebijakan yang mutakhir dalam mengentas kemiskinan, kelaparan dan mencapai kesejahteraan yang bukan hanya untuk masyarakat PKS namun juga untuk petani rakyat dan masyarakat Indonesia seluruhnya demi pencapaian SDG’s.

Pandangan kemajuan kelapa sawit yang sangat memberi dampak itu benar terjadi dan sangat dirasakan. Namun, kebahagiaan bukan hanya milik kita , namun juga milik mereka yang belum merasakan kebahagiaan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit sangat membantu dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kelapa sawit memberi pemasukan besar bagi Indonesia. Namun, dari sisi lain pencapaian itu masih tidak berdampak bagi beberapa petani rakyat yang belum merasakan hasil yang dicapai.

Dibalik kemampuan kelapa sawit dalam memajukan perekonomian, kelapa sawit juga memiliki sisi negatif bagi mereka yang belum tersentuh dengan kebijakan mutakhir dari pemerintah. Secara ekonomi indonesia mengalami kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat dengan adanya kelapa sawit, namun hal itu juga ingin dirasakan bagi mereka yang ingin sejahtera.

Oleh : Rizky Fahtur Rahman

Universitas Sumatera Utara

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Ekonomi