
"Sebanyak 55 persen publik menghendaki ada pengawas KPK, sementara 23 persen menilai tak perlu, dan sisanya sebasanyk 22 persen menjawab tidak tahu," kata Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun, dalam rilis survei bertema Kinerja Polri, KPK, dan Budaya Korupsi, kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu (30/6/2013).
Survei ini digelar pada 19-25 Juni 2013 dengan melibatkan 1.100 responden yang tersebar di 33 provinsi, serta menggunakan metode multistage random sampling. Tingkat kepercayaan survei ini adalah 95 persen, dengan margin of error plus minus 2,87 persen.
Kebutuhuan pada pengawas ini karena publik masih menilai KPK tebang pilih kasus. KPK terlihat serius menuntaskan kasus-kasus kecil, sementara untuk megaskandal yang merugikan trilunan keuangan negara tak menunjukkan keseriusan sama sekali.
"Publik menilai keseriusan para pimpinan KPK menangani kasus korupsi besar seperti dalam skandal Bank Century dan Hambalang hanya sebatas pada janji saja," ungkap Rico.
Rico pun merinci hasil surveinya. Mayoritas publik, atau sekitar 52,5 persen, menilai KPK tidak serius menuntsakan kasus-kasus besar seperti megaskandal Century. Untuk menyelesaikan kasus ini, hanya 25 persen yang masih percaya KPK serius, dan 22,5 persen menjawab tidak tahu.
Begitu pun dalam kasus besar lainnya, seperti kasus Hambalang. Dalam kasus ini , sebanyak 44,6 persen publik menilai KPK juga tidak serius. Hanya 36 persen yang masih menilai KPK serius dan sisanya, sebanyak 19,4 persen, menjawab tidak tahu.
Hal ini berbeda dengan keseriusan KPK dalam mengurus kasus-kasus kecil. Mayoritas publik, di atas 50 persen, hanya menilai KPK serius serius menuntaskan kasus suap impor sapi sebesar, kasus simulator SIM, kasus suap PON, kasus korups pengadaan al Quran dan kasus dugaan suap yang melibatkan pejabat kota Bandung.
"Publik merasakan adanya kesenjangan keseriusan KPK dalam menangani kasus besar dan kasus yang lebih kecil," demikian Rico. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA