
"Jika perlu pengedar dan bandar besarnya ditembak mati, karena mereka yang merusak generasi bangsa saat ini. Kejahatan narkotika adalah kejahatan internasional. Sehingga hukuman bagi pengedarnya haruslah maksimal. Bahkan di Singapura juga dilakukan hal yang sama. Tapi harus benar-benar terbukti bahwa dia adalah pengedar," kata Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PUSPHA) Sumut, Muslim Muis, Jumat (11/10/2013).
Dikatakannya, dalam satu komunitas tertentu menggunakan narkotik adalah sebagai 'kartu masuk'. Dicontohkan, dalam satu komunitas ada seorang yang tidak menggunakan maka dia akan diasingkan.
Sehingga menjadi 'kewajiban' bagi orang itu untuk menggunakan narkotik. "Setelah kecanduan, barulah mereka mulai cari (membeli) sendiri," ungkapnya.
Untuk itu, dia menilai tidak adil jika pengguna dikenakan hukuman penjara juga. Pasalnya, itu sama saja dengan double punishment.
"Sudah direhabilitasi juga dipenjara. Ini dobel namanya," ujarnya.
Mengenai hukuman rehabilitasi, katanya, sudah diatur dalam undang-undang. Hanya pelaksanaannya saja yang diterapkan secara benar.
Diingatkan, dalam penerapannya haruslah diikuti dengan moral dari penegak hukum. Jangan sampai terjadi jual beli hukuman ini (rehab).
"Misalnya, berani berapa untuk putusan hukuman ini. Rehabilitasi itu hukuman juga, jadi jangan salah menilai bahwa rehabilitasi bukan sebagai hukuman," tegasnya. [hta]
KOMENTAR ANDA