post image
KOMENTAR
Hakim PN Binjai, Raja MG Lumban Tobing (37), menerima sanksi pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun dari Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Lumban Tobing dinyatakan terbukti menggunakan narkoba jenis sabu dan ganja dan pernah bertemu dengan pihak yang berperkara.          

"Menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun," ucap ketua MKH Eman Suparman saat membacakan keputusannya di ruang Wirjono, Mahkamah Agung, Rabu (6/11/2013) kemarin.

Raja yang bersafari cokelat duduk ditengah ruang sidang dengan sesekali menundukkan kepala. Tak ada komentar yang keluar dari mulutnya saat vonis selesai dibacakan. Ia memilih keluar ruang sidang tanpa memberi tanggapan kepada awak media.

Tetapi dalam pembelaan diri, hakim terlapor mengaku khilaf, menyesal, dan berjanji bertaubat untuk tidak mengulangi perbuatan yang tercela sebagai hakim.

Karenanya, hakim terlapor meminta kesempatan sekali lagi untuk bisa mengabdi kepada negara sebagai hakim demi masa depannya. Hakim terlapor memiliki istri dan anak-anak yang butuh dinafkahi.

Pendamping dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) juga menyatakan, hakim terlapor mengaku mengkomsumsi narkoba jenis ganja dan sabu-sabu karena depresi dan memiliki masalah, bahkan sebelum menjadi hakim.

Namun, dia membantah pernah menerima uang dan menggunakan sabu-sabu bersama dari Herman Bangun.

Namun, MKH menolak pembelaan diri hakim terlapor untuk sebagian dan menyatakan hakim terlapor. Misalnya, terbukti memakai ganja dan sabu baik sebelum maupun sesudah menjadi hakim, sering mendatangani rumah orang tua terdakwa dengan kendaraan milik pelapor.    

"Karenanya, cukup beralasan jika hakim terlapor dijatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun," tegas Eman.            

Pendamping dari IKAHI, Lilik Mulyadi mempertanyakan pelaksanaan putusan sanksi pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun ini.
Sebab, sesuai UU Pokok-Pokok Kepegawaian syarat seorang pensiun minimal bekerja 20 tahun dan minimal usianya 50 tahun. Mengingat hakim terlapor baru berusia 37 tahun.

Atas pertanyaan itu, Anggota MKH Yulius mengatakan dalam praktiknya bisa saja pensiun dengan hak menunggu/tunda. Eksekusi putusan ini bisa menunggu 8 atau 10 tahun lagi atau dengan sistem pembayaran tersendiri.

"Itu urusan administrasi kepegawaian, bukan kompetensi kita untuk membahas soal ini," kata Yulius.   

Kasus ini berawal dari pemberitaan salah satu korban terbitan Medan pada 26 Maret 2013 tentang hakim terlapor terima uang sebesar Rp8 juta dan sabu dari terdakwa narkoba melalui rekannya bernama Yuwono.

Pemberian itu ditujukan meringankan vonis terdakwa menjadi 2 tahun penjara yang ditangani hakim terlapor.

"Hasil investigasi KY, hakim terlapor telah menerima uang dari keluarga terdakwa melalui Yuwono agar terdakwa diringankan hukumannya dalam kasus kepemilikan narkotika golongan I. Namun, Rp950 ribu dikembalikan di rumah dinasnya pada Februari 2013," tutur Eman.

Hasil pemeriksaan berikutnya terungkap hakim terlapor memang pengkomsumsi narkotika golongan I jenis sabu-sabu. Hal ini diperkuat dengan keterangan salah satu saksi Herman Bangun (paman terdakwa) yang menyatakan dirinya pernah mengkomsumsi sabu-sabu bersama-sama dengan hakim terlapor.

Meski dipecat, Raja masih menerima dana pensiun, karena beberapa hal meringankan. Di antaranya tanggungan keluarga dan berjanji untuk tak mengulangi perbuatannya. [ded]

Sudah Diberlakukan, Parkir Sembarangan Bakal Kena Tilang Elektronik di Medan

Sebelumnya

Perkosa Banyak Pria, Pelajar Indonesia Reynhard Sinaga Dihukum Seumur Hidup Di Inggris

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum