post image
KOMENTAR
Derajat kemuliaan di mata Tuhan ditentukan seberapa besar setiap pribadi bisa memberi manfaat kepada alam sekitarnya. Amalan sekecil apa pun jika itu bisa memberi kemaslahatan pada yang lain, mungkin itu jauh lebih baik daripada sekedar merancang surga dalam mimpi.

Petuah bijak itu datang dari seorang veteran RI bernama Mawardi. Lelaki tua berusia 87 tahun yang pernah berjasa mengusir serdadu Jepang, Belanda dan antek-anteknya di sejumlah lokasi pertempuran.

Baju veteran, lencana Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia serta piagam penghargaan yang ditandatangani Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie merupakan harta paling berharga yang dimilikinya kini.

Ya hanya itu. Karena Mawardi yang kini merajut hidup di sebuah gubuk reot ukuran 4x4 bersama istrinya, Saniah (52).

Membandingkan kondisi gubuk reot Mawardi, dengan kantor jaga kantor Gubernur di Jalan Diponegoro sangat kontras sekali.

Rumah reot bercat biru yang terbuat dari tepas terkesan tidak layak untuk dihuni. Hanya bagian depan rumah berdinding papan. Bagian lain ditutupi tepas, tapi jalinannya tak rapat lagi sehingga banyak cahaya masuk dari celah-celah anyaman.

Rumah yang berada di Jalan Lembaga Pemasyarakatan, Tanjung Gusta, Sunggal, Kabupaten Deliserdang ini, disewa Mawardi Rp 170 perbulan. Uang tersebut belum termasuk air dan listrik.

Tampak pula air menggenangi dapur, ruang tamu yang sekaligus dijadikan kamarnya saat hujan tiba. Kondisi kontras ini dialami Mawardi yang hingga sekarang masih terus berjuang, berjuang dan berjuang.

"Saya bukan ingin kaya, tapi harapan masa tua ini ya pikiran tenang, ada rumah," ujarnya lirih saat Medanbagus.Com bertandang ke rumahnya kemarin, Sabtu (9/11/2013).


Memang, Mawardi mendapatkan gaji veteran sebesar Rp 1,2 juta per bulan. Uang itu dimanfaatkannya untuk kebutuhan makan keluarga. Jika tidak cukup, dia melakukan pekerjaan apapun untuk mendapatkan uang tambahan.
 
Setiap momen hari Pahlawan 10 November, Mawardi mengaku bangga sekaligus sedih. Bangga karena bangsa Indonesia bisa terbebas dari belenggu penjajahan. Sedih karena nasibnya jauh dari arti kemerdekaan. Kehidupan dirinya sebagai mantan pejuang seperti terlupakan.

Untuk itu, dirinya berharap dihari Pahlawan yang jatuh pada Minggu 10 Oktober 2013, pemerintah Sumatera Utara maupun para pejabat di daerah dapat memperhatikan nasib para veteran perang seperti dirinya.

" Saya ini pejuang yang merebut kemerdekaan, tapi hingga saat ini saya tidak merasakan kemerdekaan itu," ujarnya. [ded]


Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas