post image
KOMENTAR
Aksi SBY untuk segera melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga eksekutif lainnya terkait kebijakan PT Pertamina yang telah menaikkan harga elpiji 12 kg, tidak akan mendongkrak persepsi masyarakat kepada Demokrat sebagai partai penguasa. Sebaliknya, peristiwa itu malah menunjukkan adanya kesalahan komunikasi antarlembaga pemerintah.

"Ini menunjukkan ada miskoordinasi pemerintah. Kalau pun memang ada desain untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat, melalui pembatalan Keppres dan kenaikan harga elpiji, ini sangat tidak rapi," ujar pengamat politik Burhanuddin Muhtadi di Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/1/2014).

Ia menjelaskan, jika aksi itu dilakukan SBY untuk meningkatkan elektabilitas Demokrat seperti saat pemilu sebelumnya, maka strategi itu tidak akan berhasil saat ini. Pasalnya, kondisi sekarang ini berbeda dengan masa 2009 silam di mana masyarakat menilai positif langkah pemerintah untuk menurunkan harga BBM di tengah harga minyak dunia mengalami kenaikan dan adanya krisis ekonomi global.

Sekarang ini, masyarakat justru memandang negatif langkah yang dilakukan SBY dan kader Demokrat lainnya yang menolak kenaikan harga gas tersebut. Karena, publik melihat pemerintah tidak memiliki kebijakan yang terpadu dan terkesan pemerintah membatalkan kebijakan pemerintah.

"Apa yang terjadi, terlihat di mata publik karena kebijakannya seolah-olah tidak rapi, kalau pun ada desain tapi tidak bagus. Itu bisa dibaca masyarakat yang kritis sebagai upaya pemerintah cuci tangan. Pemerintah tidak dapat political gain dari ini," pungkas Burhanuddin. [rmol|dito]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa