Sungguh tidak adil bila Kabinet Jokowi-JK hanya didominasi oleh kader-kader partai dan profesional dari Jawa dan Sumatera, sementara putra-putri terbaik dan berintegritas dari kawasan Timur Indonesia nyaris tak terdengar atau tidak diberi tempat secara proporsional.
"Padahal kalau dilihat dari persentase perolehan suara Pilpres kemarin, Jokowi-JK hampir selalu unggul dalam perolehan suara dalam Pilpres di dapil-dapil Indonesia Timur," ungkap Koordinator Perhimpunan Indonesia Timur, Petrus Selestinus, saat berbincang dengan RMOL, tadi pagi.
Sikap Jokowi-JK yang tidak memperhatikan kader-kader bangsa dari kawasan timur Indonesia dalam mengisi pos-pos di Kementerian tertentu, sesuai dengan sifat dan karakter wilayah timur yang luas dan kaya akan sumber daya alam serta lautan yang luas, cepat atau lambat akan menimbulkan kecemburuan yang mengarah kepada desakan untuk memisahkan diri dari NKRI atau setidak-tidaknya tuntutan untuk sebuah model federasi.
"Kita tahu bahwa saat ini banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu yang dihasilkan oleh para orang tua dari Indonesia timur. Misalnya ahli kelautan seperti Dr. Alex Retraubun, ahli sosiologi dan otonomi daerah serta mantan Wakil Ketua DPD RI Dr. Laode Ida, atau ahli hukum dan pemerintahan Dr. A. Teras Narang, SH," urainya.
Dia pertanyakan mengapa Jokowi-JK dan Koalisi Indonesia Hebat seolah menutup mata dan hati terhadap profesional muda Indonesia Timur yang saat ini berkiprah di berbagai bidang baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Sambungnya, melihat figur-figur calon menteri yang diakomodir oleh tim transisi dan Jokowi-JK, tampaknya Jokowi-JK hanya mengakomodir kelompok-kelompok tertentu dengan kriteria karakter figur yang korup, nepotis dan mampu mengumpulkan pundi-pundi untuk Parpol dalam koalisi. Katakan saja seperti Rini Soemarno, Komjen Budi Gunawan, atau Puan Maharani.
Menurut Petrus, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Kelautan, Pariwisata dan Kehutanan seyogianya diisi oleh kader-kader terbaik dari Indonesia Timur karena memang lebih mengenal karakter dasar wilayah dan masyarakatnya.
"Jika putra putri terbaik Indonesia Timur tidak diakomodir, maka ini merupakan bukti Jokowi-JK tidak nasionalis, tidak pluralis dan tidak berdaulat di bidang politik serta tidak berkepribadian di bidang budaya," tutupnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA