post image
KOMENTAR
SETIAP manusia selalu mencita-citakan kebenaran untuk menjadi pola hidup utamanya. Mulai dari dalam kepala, pada kemurnian berpikirnya hanya ada kebenaran. Kemudian kata-kata mulai dikeluarkan melalui bibir atas-bawahnya, mengkampanyekan bahwa kebenaran adalah harga mati untuk ditegakkan.

Namun, masalah timbul di tahap terakhir penggunaan kebenaran, yaitu pada penerarapan di tingkah laku atau bisa disebut aktivitas.Tidak semudah ketika berada di dalam kepala dan di sela bibir atas-bawah. Kebenaran pada tingkah laku manusia menjadi sebuah momok yang sangat menakutkan. Apa pasal?

Banyak hal yang melatarbelakangi ketidaksesuaian tersebut. Mulai dari kemiskinan mental hingga kekayaan materi.

Kemiskinan mental yang menyebabkan terhentinya kebenaran pada tingkah laku setiap manusia dialami hampir seluruh tingkatan kelas manusia dipandang dari sisi kemapanan sosial. Manusia pada tingkat kelas atas takut untuk berbagi kelas dengan kelas yang dibawahnya. Jika kebenaran benar-benar terwujudkan ke dalam tingkah laku setiap manusia, maka kelas yang lebih rendah dari kelas atas akan terus merongrong tiada henti kepadanya. Keras mengatakan bahwa ada hak yang wajib dibagikan adil kepada kelas yang lebih rendah dari kelas atas.

Manusia pada tingkat sosial bawah takut untuk mengupayakan tegaknya kebenaran karena tidak siap turun kelas lagi, turun ke kelas sosial yang lebih rendah dari sekedar bawah.

Kelas apa lagi yang bisa menjadi rendah dari kelas bawah?

Kelas yang lebih rendah dari kelas bawah adalah tidak ada kelas, tidak memiliki faksi kehidupan. Tidak adanya penentuan kelas sosial dan faksi kehidupan pada seluruh manusia adalah tujuan awal penciptaan manusia.

Penciptaan manusia memiliki fitrah yang serupa diseluruh belahan bumi. Mulai dari pertemuan dua manusia yang berbeda jenis kelamin, memadu kasih yang tidak ada bedanya di setiap manusia, dan kemudian lahirlah manusia-manusia baru dari pertemuan sel sperma dan sel telur. Ketika sudah lahir fisik manusia baru, masing-masing manusia berjuang mendapatkan ide dan energi yang sudah kian tercecer rata di bumi ini. Tidak pernah sedikitpun sesuatu yang kita sebut dengan Tuhan telah menentukan tingkat penghormatan sosial pada setiap manusia. Tetap saja, seorang nabi dikatakan sebagai manusia biasa.

Kelas bawah yang memiliki semangat namun tetap tidak berani mengupayakan dengan keras terwujudnya kebenaran disebabkan oleh mental yang tidak siap untuk hidup terasing. Mereka betah hidup di bawah tekanan manusia kelas atas, yang penting bagi mereka adalah mendapatkan eksistensi sebagai kelompok komunitas masyarakat.

Kemiskinan mental akhirnya menjadi penyebab setiap manusia menjadi benar-benar takut menjadi benar.  Kemiskinan mental ini yang kemudian menjadi penyebab munculnya ketidakberaniaan menegakkan kebenaran  oleh manusia-manusia yang memiliki kekayaan materi.

Coba kita tanya kepada diri sendiri, sejak kapan manusia diberikan hak dan legalitas atas setiap materi di bumi ini?

Manusia itu sendiri, kita,  yang mengada-adakan penetapan dan melegalkan hak atas setiap materi, tanah contohnya. Bagaikan raja-raja fasik, banyak manusia memberingaskan diri merebut tanah yang tak tanggung luasnya. Manusia-manusia yang tidak beringas, akhirnya menjadi kelas bawah yang diperbudak untuk mengelola tanah tersebut.  

Seperti yang telah disebutkan di atas, setiap manusia terlahir mendapatkan fitrah yang sama. Setiap ide dan energi yang ditangkapnya akan menentukkan hak atas materinya. Keduanya harus berjalan kolektif. Ide dan energi harus sama-sama mampu untuk menghaki materi. Jika ide sampai ke langit, namun energi cuma sampai bumi, maka hanya bumi haknya. Persoalan tanah tadi, jika energinya hanya mampu mengelola sampai 1 hektar contohnya, itulah haknya.

Setiap manusia yang memiliki kekayaan materi tidak menginginkan hal ini terjadi. Upaya memonopoli dan memperbudak setiap manusia membelenggu mentalnya. Mereka benar-benar takut untuk benar. Sebab kebenaran akan mengantarkan kepada keadilan sosial yang sesungguhnya, tidak ada lagi monopoli atas apapun.

Untuk mengubah dunia yang sudah semakin hancur, baik moril dan materil, gerakan radikal yang ekstrim harus dilaksanakan. Bukan radikal-ekstrim yang selama ini dipakai beberapa pihak untuk menggambarkan gerakan terorisme.Tetapi radikal-ekstrim yang akan mambantu terwujudnya keadilan sosial sejati.

Dalam kata-kata, caranya sangat mudah untuk mewujudkan keadilan sosial sejati, yaitu mengubah kemiskinan mental menjadi kekayaan mental dan mengubah kekayaan materi menjadi kesesuaian materi dengan ide dan energi. Namun dalam penerapan dan mewujudkan pola tingkahnya sangatlah sulit. Itu sebabnya mesti ada gerakan radikal-ekstrim untuk mewujudkannya.

Gerakan yang dapat mengubah dunia ini menjadi tatanan kehidupan yang memiliki keadilan sosial sejati harus didasari oleh kekayaan mental. Kekayaan mental akan meniadakan kelas sosial. Kekayaan mental untuk menyatakan benar adalah hak setiap manusia, bukan hak kelompok manusia yang mayor.  

Dengan kekayaan mental tersebut, setiap manusia pasti siap untuk memiliki materi yang sesuai dengan kolektifitas ide dan energi untuk mendapatkannya.  Tidak akan dijumpai lagi kekayaan materi manusia di bumi ini, karena memang hanya bumi yang berhak memiliki kekayaan materi. Untuk manusia, jika memiliki kekayaan mental, maka jumlah dari hak atas materinya ditentukan oleh seberapa besar materi yang mampu digarap ide dan energinya.

Pada akhirnya jika setiap manusia mampu untuk mewujudkan keadilan sosial sejati, maka manusia pihak makhluk yang benar-benar memakmurkan bumi. Tidak ada lagi keganasan, kebrutalan, keberingasan yang menjadikan bumi sebagai sapi perahnya nafsu monopoli.

Jika tidak dapat mewujudkan keadilan sosial sejati dan tidak pernah siap, maka dapat dipastikan bahwa manusia semakin menjadi BENAR-BENAR TAKUT BENAR.

#NikmatnyaSeranganFajar


Jutaan Umat Islam Indonesia Telah Bersatu Dalam Gerakan Masif, Tak Pernah Disangka

Sebelumnya

Ketergilasan Gerakan Masif Jutaan Umat Islam Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Serangan Fajar