post image
KOMENTAR
JADI katanya sangat ironi bahwa kita bangsa yang kaya tapi nyatanya kita negara miskin.

Hanya sekitar 20 persen rakyatnya yang bisa masuk dalam comfort zone, selebihnya keleleran hidup dalam aneka kesulitan.

Tapi Tuhan Maha Kasih dan Penyayang, negeri ini berkali-kali dikasih kesempatan untuk bangkit, antara lain melalui kekayaan alam yang berlimpah-limpah.

Tahun 1920-an sampai 1960-an hasil perkebunan kita sangat unggul, hasil perkebunan karet misalnya jadi kebutuhan internasional karena memasok bahan utama ban untuk industri mobil dunia.

Demikian juga dengan teh, kopi, kopra, tebu (gula), dan komoditas lainnya Jauh sebelumnya ialah sekitar abad ke 16 rempah-rempah kita dihisap bangsa Eropa. Imperialisme kuno kini jadi imperialisme modern, yang Sukarno suka menyebutnya Nekolim, alias neo-kolonialisme-imperialisme.

Apakah rempah-rempah itu?

Rempah-rempah adalah bumbu-bumbu dapur seperti jahe, lada, buah pala, kayu manis, cengkeh, kencur, kunyit, temulawak, dan seterusnya, yang di Eropa dijadikan bahan-bahan farmasi, pengawet daging, dan konsumsi lainnya. Sehingga katanya ternyata orang Eropa datang kesini dulu mulanya buat mencari bumbu dapur.

Tahun 1970-an kita terkena booming minyak. Minyak kita mahal di pasar dunia, dan setelah nasionalisasi aset pengelolaan minyak yang semula di tangan Belanda kita ambil alih dengan bikin Pertamina.

Tapi apa yang terjadi?

Rakyat ternyata kebagian sisa-sisanya saja. Dari Pertamina skandal korupsi mulai marak, para elit Indonesia di awal Orde Baru banyak yang jadi OKB alias Orang Kaya Baru. Tidak sertamerta merumuskan kedaulatan energi nasional.

Setelah itu kita memasuki era eksploitasi sumber daya mineral, kekayaan alam kita yang tersimpan di dalam tanah, gunung-gunung, dan bukit-bukit ternyata harta karun yang sama tinggi nilainya dengan minyak.

Eksploitasi mineral berupa batu-batuan sudah berlangsung sejak sekitar abad ke 13, sehingga ada cerita kerajaan Sriwijaya ketika itu telah menjalin hubungan dagang dengan Afrika untuk transaksi emas. Syahdan sampai-sampai ada versi menyebut bahwa kata Sumatera atau Sriwijaya itu berarti emas yang berkilau-kilauan.

Tetapi apa yang terjadi dengan era eksploitasi ini?

Lagi-lagi rakyat hanya kebagian sisa-sisanya saja. Banyak daerah yang rakyatnya hidup miskin meskipun wilayahnya sangat kaya dengan sumber daya mineral, seperti batubara, nikel, timah, emas, dan seterusnya.

Apakah yang masih tersisa dari kekayaan alam negeri ini saat ini? Tentu saja masih sangat banyak.Di Papua masih terdapat emas dan bebatuan harta karun bernilai tinggi yang masih akan disedot oleh Freeport karena ada kebijakan keblinger dan tidak pro rakyat yang membolehkan Freeport bikin janji kontrak karya sepuluh tahun sebelum masa kontraknya berakhir…

Di laut kepulauan Maluku masih ada lapangan gas abadi Blok Masela, dan seterusnya, dan sebagainya. Ini momentum, harus dijadikan peluang untuk menulis ulang sejarah pengelolaan sumber daya alam negeri ini, yaitu dengan penyikapan yang tegas dan jelas untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.  ***

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini