post image
KOMENTAR
Autis adalah suatu kondisi seseorang sejak lahir atau masa balita yang membuatnya kesulitan melakukan hubungan sosial atau komunikasi secara normal. Kondisi seperti ini menyebabkan pertumbuhan anak mengalami hambatan dengan lingkungan sosialnya yang disebabkan oleh gangguan perkembangan syaraf otak.

Pada setiap tanggal 2 April, warga di seluruh dunia menyuarakan kepeduliannya terhadap penyandang Autis. Berbagai kegiatan pun disuguhkan yang melibatkan penyandang Autis dan keluarganya, masyarakat juga pemerintah.

Menurut pimpinan Rumah Autis Bandung Hasanah, Juju Sukma, diskriminasi, cibiran dan perlakuan tidak manusiawi masih diterima para penyandang autis dan keluarganya. Padahal dukungan moral dari masyarakat akan membuat anak autis dan keluargannya lebih kuat menghadapi semua ini.

"Oleh karena itu perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang Autis melalui berbagai media," kata Juju menegaskan.

Ia berharap perayaan hari autis dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat dan menerima keberadaan penyandang autis.

PBB atas usulan Qatar menetapkan tanggal 2 April sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia. Wakil delegasi PBB dari Qatar, Nassir Abdelaziz Al Nassir dikenal di negaranya sebagai aktivis pembela hak asasi individu penyandang cacat telah berhasil mengangkat masalah Autisme sebagai salah satu agenda tahunan PBB dan mendapatkan dukungan suara bulat dari 50 negara anggota PBB (1989) di Indonesia Gerakan Peduli Autis Mulai Semarak tahun 2007 yg di prakarsai oleh Yayasan Autis Indonesia (Hari-Hari Besar Internasional).

Sejak saat itu kita turut menyuarakan kepedulian terhadap Autisme. Jakarta sebagai ibukota negara sudah konsisten melaksanakan kegiatan tersebut, begitu juga di Kota Bandung, yang pada kesempatan ini Rumah Autis Bandung"Hasanah bersama beberapa komunitas Peduli Autis besok (Minggu, 3/4) akan menggelar peringatan Hari Peduli Autis se Dunia di Car Free Day - Dago.

Juju menjelaskan, penelitian tentang autisme di Indonesia sangat minim. Di samping kurangnya perhatian dan kepedulian pemerintah juga biaya yang cukup tinggi sehingga sampai saat ini tidak ada data statistik yang valid mengenai jumlah maupun sebaran daerah di mana para penyandang autis berada.

Penanganan anak Autis oleh pemerintah pun hanya menggunakan pendekatan charity (belas kasihan) berupa program santunan sosial yang kemudian menjadi akar ketergantungan.

"Budaya kita yang tidak siap jika dalam keluarga terdapat anak-anak Autis, ini membuat para orang tua berlaku tidak adil dengan selalu menempatkannya diprioritas paling akhir bahkan banyak ditemukan penyandang autis dikucilkan dan ditutup-tutupi oleh keluarganya sendiri sehingga pelan tapi pasti akan membentuk kepribadian tertutup pada sang anak.

Kemudian lingkungan yang masih belum sepenuhnya menerima mereka. "Masih banyak anak Autis di kota Bandung yang belum mendapatkan terapi atau sekolah," tegas Juju.

Hal ini, lanjut Juju terjadi karena ketidaktahuan orang tua, sedikitnya tempat layanan terapi atau sekolah yang tersedia, serta biaya terapi dan konsultasi yang mahal.

"Seharusnya mereka mendapatkan program terapi sejak dini, karena semakin dini penanganan akan semakin baik. Jika semakin besar usia anak semakin sulit menuju perkembangan yang lebih baik," jelas Juju.[hta/rmol]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas