post image
KOMENTAR
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Muhammad Nawir Messi menilai meroketnya harga daging sapi menjelang puasa dan hari raya idul Fitri dikarenakan pemerintah tidak memiliki data yang akurat mengenai stok sapi hidup dan daging yang ada.

Ironisnya, kata dia, persoalan ini selalu berulang setiap tahun jelang puasa Ramadhan dan Lebaran.

"Ini terjadi karena tidak lepas dari logika ekonomi yang di mana pemerintah tidak mengambil kebijakan tidak berdasarkan basis data yang akurat," ujar Nawir dalam diskusi dengan topik 'Bisakah Negara Mengendalikan Harga?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/6)

Lebih lanjut, master di bidang manajemen pembangunan dan lingkungan dari The Australian National University itu mengatakan, kelemahan data stok daging sapi bukan saja terjadi pada tahun ini. Menurutnya sejak lebaran 2015 lalu pemerintah juga lemah dalam mengkaji stok daging sapi. Bahkan, menurut catatannya, harga daging sapi selama beberapa tahun belakangan cenderung meningkat.

"Saya kira selama sekian tahun harga-harga tidak pernah turun. Hampir secara permanen beberapa komoditas tidak pernah turun sejak lebaran tahun lalu. Konsekuensinya kita hadapi situasi jauh lebih berat saat puasa ini," papar Nawir.

Tak hanya mengenai keakuratan data stok daging, menurut Nawir, pemerintah juga terlambat mengambil langkah intervensi atas harga daging sapi lokal dengan melakukan impor daging sapi.

Seharusnya, hemat Nawir, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bisa memberikan sinyal bahwa pemerintah akan mengimpor sapi pada beberapa pekan lalu. Apabila jika impor daging diumumkan jauh hari, maka pasar akan mendapatkan indikator yang akurat terkait stok daging sapi.

"Bahwa kalau misalnya saya tahan stok saya, maka saya akan dihajar impor yang masuk. Nah ini menurut saya tidak dilakukan pemerintah," kata Nawir.

Maka jangan heran jika pasar bertindak spekulatif lantaran kebijakan pemerintah yang tidak jelas terkait besaran impor. Bahkan pemerintah juga lupa bahwa stok sapi lokal hanya dipegang oleh peternak-peternak kecil yang bukan berbasis industri.

"Petani peternak itu hanya menjual ketika anaknya mau sekolah, mau kawinan, sehingga harga bergerak berapapun, itu tidak secara otomatis akan mereka jual. Sehingga, yang kita lihat di pasar adalah gejolak-gejolak itu terjadi karena tidak ada keseimbangan supply dengan permintaan, "terangnya.

Nawir kembali mengingatkan, selama tidak ada kalkulasi yang akurat, jangan berharap bahwa akan terjadi proses penyeimbangan harga di pasar yang akurat pula.[hta/rmol]





Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi