
Sebelum beranjak ke pembahasan kontestasi ruang di Kota Medan tersebut, Irwansyah Harahap, seorang komposer dan budayawan selaku fasilitator diskusi mengajak para peserta diskusi untuk menafsirkan sejarah ruang kota Medan yang dimulai dari perjalanan Guru Patimpus mendirikan Kota Medan.
"Guru Patimpus kalau kita liat narasinya adalah oral narasi, verbal. Kita gak punya tulisan yang banyak tentang dia. gak tahu dia siapa. saya coba menafsir ruang, dalam catatan dia hidup dalam abad 16, sekitar 500 tahun lalu. Kalau liat narasi yang ada, macam-macam lapisan intepretasinya. tapi yang menarik sebenarnya 500 tahun yang lalu ada satu kejadian di sumatera yaitu lahir dan tumbuh pemikir hebat dalam sufistik islam yaitu Hamzah Fansury. Di sisi lain ada kerajaan yang mendapat catatan narasi, ada guru patimpus dan sisingamangaraja. Guru Patimpus sebenarnya berada pada zona nyaman, namun mencoba keluar dari zona nyamannya.
Dia ingin membangun sesuatu, yang sebenarnya dulu yang dibicarakan hanya Pulo Brayan sebelum kota Medan ada. Malah Pulo Brayan yang dibanggakan, Medannya entah kemana," katanya.
Irwansyah melanjutkan, orang-orang yang mendiami Kota Medan sebagai tempat tinggalnya tidak lagi memiliki pengetahuan tentang orientasi Guru Patimpus dalam mendirikan Kota Medan.
"Jika kita berimajinasi, 500 tahun lalu Guru Patimpus membangun kota Medan menyusuri Sungai Deli membersihkan dan sebagainya. Tapi mengapa dia mau buat sebuah kota? Kalau dari sejarah ada dua konteks, satu invasi dan satulagi ekspansi. Kita harus menelusur waktu ketika bicara medan, seperti apa 400 atau 500 tahun lalu. Bagaimana dia (Guru Patimpus) menata ruang, orang-orangnya. Sekarang tidak bisa kita bayangkan, terputus," lanjutnya.
Namun tanpa disadari, kontestasi yang berlangsung di ruang Kota Medan sudah benar. Salah satu hal yang membuktikannya adalah Medan sebagai kota di Pulau Sumatera yang paling intens terjadi kontestasi.
"Soal etos, hari ini kalau saya liat kontestasi ruangnya sudah benar. Kita menghadapi situasi baru, tantangan baru. Mungkin kalau dulu tantangannya harimau, sekarang lain. Kita lepaskan terlebih dahulu tafsir kota Medan lewat sejarah bahasa. Tapi kalau kita artikan dengan bahasa sekarang, Medan itu artinya pusat untuk berbagai hal. Bisa menjadi pusat pertempuran ruang sosial, ekonomi, dan sebagainya. Kalau kita letakkan dalam ruang sumatera sebagai pulau, Medan paling intens untuk kontestasi," ungkap Irwansyah.
Masalah kembali terjadi ketika warga Kota Medan tidak lagi dapat mengidentifikasi akar permasalahan dari kotanya.Irwansyah menjelaskan Kota Medan sedang berada pada kondisi yang lebih dari sekedar kompelksitas.
"Saya bahasakan dengan dua hal, fenomena kompleksitas dan chaos. Kita gambarkan Medan ini kompleksitas atau chaos? Menurut saya kalau kompleksitas, serumit apapun bisa dijelaskan. Tapi kalau sekarang kita bicara tentang Medan, apa bisa kita jelaskan kenapa keadaannya begini? Guru Patimpus sudah tertinggal jauh di belakang, Kita pun tak tahu lagi cita-cita dia mendirikan kota Medan itu apa?" jelas Irwansyah.
Sedangkan untuk Irwansyah sendiri, ia menangkap pesan bahwa Guru Patimpus memiliki sebuah orientasi nilai yang baik dalam mendirikan Kota Medan.
"Saya tahu orientasi nilai dia ingin membesarkan mandala Medan. Saya tangkap pesan guru patimpus disitu," pungkasnya. [hta]
KOMENTAR ANDA