MBC. Dalam pengajuan revisi Undang-Undang Terorisme No. 9 Tahun 2013, pemerintah terkesan reaktif. Hal ini disampaikan oleh Raden Muhammad Syafii (Romo), Ketua Panja RUU Terorisme sekaligus Anggota DPR RI Komisi III saat menggelar konferensi pers terkait refleksi penanganan teroris selama 2016 di Rumah Aspirasi (Romo Center) Jalan Bunga Baldu Asam Kumbang, Kecamatan Medan Sunggal, Medan, Senin (26/12) sore.
"Untuk merevisi UU Terorisme No. 9 tahun 20013 perlu saya katakan pemerintah mengajukan UU tentang teroris selalu merupakan reaksi dari peristiwa. Peristiwanya adalah bom thamrin," katanya.
Selain reaktif, Romo juga mengatakan bahwa pemerintah mengarahkan RUU Terorisme pada penambahan kewenangan menangkap, menahan dan memperlama proses memenjarakan.
"Karena itu dalam ruu yang diajukan pemerintah isunya pada keinginan untuk menambah kewenangan menangkap menahan memperlama waktu memenjarakan dan lain sebagainya. UU itu sendiri bernama Rencana UU pemberantasan tindak pidana teroris. dari judul ini pemerintah berkeinginan penanganan teroris murni hanya ditangani pihak kepolisian," ujarnya.
Hal tersebut dinilai Romo tidak akan menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia.
"Dalam perkembangannya kita melihat ini tidak akan menyelesaikan masalah karena ada yang mengatakan 'by the gun you can kill the terorist but by the education you can kill the terorism'," jelasnya.
Oleh karena itu, Romo menegaskan bahwa edukasi merupakan hal yang sangat penting untuk dikedepankan jika Indonesia ingin memberantas terorisme.
"Kalau uu ini untuk memberantas terorisme adalah sebuah kekjeliruan kalau hanya ditangani polisi dan pembahasannya hanya menahan menangkap menembak dan sebagainya. Karena itu, edukasi kepada masyarakat lebih penting untuk RUU Terorisme itu." demikian Romo. [sfj]
KOMENTAR ANDA