post image
KOMENTAR
Anggota DPRD Sumatera Utara Sutrisno Pangaribuan, mengeluh karena mengalami kesulitan mengakses informasi tentang tata kelola Bank Sumut yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurutnya sebagai anggota dewan dirinya memiliki kepentingan untuk mengakses informasi tersebut akan tetapi hingga saat ini berbagai upaya yang dilakukannya belm membuahkan hasil.

"Sebenarnya kita malu mengungkapkan hal ini. Tetapi, begitulah kondisinya. Sejauh ini kita (DPRD Sumut) tidak mengetahui bunyi perda (peraturan daerah) tetang pendirian Bank Sumut," ungkap Anggota Komisi C DPRD Sumut ini, Selasa (14/3) siang.

"Kita cek di Sekretariat Dewan (Sekwan), katanya tak ada. Kita juga sudah tanya ke Biro Hukum Pemprovsu, pun tak ada. Tapi, beberapa hari ini saya akan berusaha keras mendapatkannya. Setelah itu, kita akan diskusikan lagi soal Bank Sumut ini," tambahnya.

Menurut dia, kepentingannya terhadap Bank Sumut murni berkaitan dengan kedudukannya sebagai anggota DPRD Sumut yang notabene sebagai lembaga yang ikut serta mengawasi tata kelola Pemerintah Daerah termasuk badan usaha milik pemerintah daerah tersebut. Menurutnya tanpa salinan informasi tersebut DPRD Sumut akan tetap sulit untuk mengakses sistem tata kelolanya.

 bagi DPRD Sumut memegang salinan perda tersebut. Sebab, dari situ akan diketahui kewenangan apa yang dimiliki DPRD Sumut untuk turut mengawasi tata kelola Bank Sumut.

"Selama ini kita terkendala untuk turut mengawasi tata kelola bank milik masyarakat Sumut tersebut. Ada perbedaan mendasar antara mekanisme pengawasan BUMD di Sumut dengan BUMN (badan usaha milik negara) yang dilakukan pemerintah pusat. Kalau BUMN, pemerintah pusat jelas menempatkan Menteri BUMN sebagai perpanjangan tangan dalam tata kelola BUMN. Jadi teman-teman di DPR RI mengetahui jelas pintu masuk untuk turut mengawasi BUMN, yaitu melalui Kementerian BUMN," bebernya lagi.

Sedangkan di Sumatera Utara, lanjut dia, sejauh ini Pemprov Sumut tidak mendelegasikan wewenangnya kepada institusi yang ada di jajarannya. Biro Keuangan, misalnya, tidak memiliki kewenangan untuk menyentuh Bank Sumut atau BUMD lainnya.

Sutrisno mengakui bahwa hakikatnya Komisaris Independen dan Dewan Pengawas Bank Sumut merupakan representasi publik dalam hal pengawasan tata kelola Bank Sumut. Namun, dia kembali mengkritik lantaran mekanisme penempatan Komisaris Independen maupun Dewan Pengawas Bank Sumut selama ini juga tidak terbuka bagi publik.

"Penempatan komisaris dan dewan pengawas di BUMD selama ini dianggap sebagai hak prerogatif gubernur. Publik, termasuk DPRD Sumut sekalipun, tidak memiliki akses terhadap hal itu," tandasnya.

Sekadar mengingatkan, akhir-akhir ini mencuat beragam kasus hukum dilingkup pengelolaan Bank Sumut. Salah satunya adalah dugaan kasus korupsi pengadaan 294 mobil operasional yang menjerat sejumlah pejabat Bank Sumut dan sedang dalam proses peradilan.

Tingginya keprihatinan masyarakat terhadap bank kebanggaan Sumut tersebut juga terus bermunculan atas persoalan yang terjadi. Teranyar, digerakkan oleh Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kota Medan yang berharap adanya perubahan di Bank Sumut agar lebih baik. Lewat demonstrasinya, organisasi sayap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LIRA ini mendesak agar aparat penegak hukum mengusut lebih jauh dugaan demi dugaan praktik korupsi di Bank Sumut.

Jauh sebelumnya anggota DPRD Sumut lainnya Muhri Fauzi Hafiz juga menyoroti berbagai persoalan yang muncul akibat kebijakan internal Ban Sumut. Salah satunya yakni peran broker asuransi dalam proses kredit. Sebagaimana pernah dikemukakannya, ia akan mendorong Komisi C DPRD Sumut agar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Sumut pada Maret ini.

"Betul. Memang sudah diagendakan Maret ini RDP dengan OJK dan Bank Sumut. Cuma, tanggal pastinya saya lupa. Sudah diagendakan," sebut Sutrisno menguatkan pernyataan Muhri sebelumnya.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi