
Putusan pailit pun dikabarkan menuai masalah dengan SingTel Singapura yang memiliki 35 persen saham Telkomsel. Sebab, SingTel sangat keberatan dengan potensi kerugian Telkomsel.
Kabarnya, tiga Direktur SingTel, yakni Edward Ying Siew Heng (Director of Planning and Transfomation), Ng Soo Kee (Director of IT) dan Goh Hui Min Rachel (Director of Marketing) beberapa kali dipanggil ke kantor pusat di Singapura untuk menjelaskan masalah yang membelit Telkomsel.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi VI DPR bidang Badan Usaha Milik Negara Lili Asdjudiredja kepada Rakyat Merdeka, kemarin. Menurut dia, pailit ini mewajibkan Telkomsel membayar biaya kurator Rp 1 triliun dan itu bisa mengganggu APBN 2013.
"Biaya itu akan mengurangi setoran Telkomsel sebagai anak perusahaan PT Telkom yang notabene BUMN," tegas Lili.
Kendati begitu, Lili mendesak PT Telkom untuk mengevaluasi anak perusahaannya, yakni Telkomsel terkait putusan pailit tersebut.
"Putusan pailit adalah bentuk keteledoran direksi Telkom dan Telkomsel dalam menyelesaikan satu masalah perusahaan yang berdampak luas bagi bisnis telekomunikasi Indonesia dan APBN," ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, Komisi VI DPR akan memanggil direksi dan komisaris Telkomsel. Tentunya didampingi jajaran petinggi Telkom.
"Kita akan panggil Minggu depan BUMN ini guna klarifikasi kasus pailit. Jangan sampai kasus ini mempengaruhi target setoran BUMN di APBN 2013 sebesar Rp 32 triliun," tegasnya.
Anggota Komisi VI DPR Sukur Nababan menegaskan, putusan pailit ini salah satu bentuk kelalaian dan arogansi direksi dalam menyelesaikan masalah utang piutang.
"Seharusnya masalah ini bisa diselesaikan, tanpa harus diputus pailit. Kasus ini merupakan tamparan berat buat pemerintah dalam menjaga kesehatan BUMN," tegas Sukur yang kecewa dengan buruknya kinerja Telkomsel.
Politisi PDIP ini meminta Telkom untuk melakukan evaluasi total terhadap semua anak perusahaannya, akibat putusan pailit tersebut. Dia juga mendesak Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk serius menyelesaikan masalah pailit di BUMN ini. Dikhawatirkan, kasus ini bisa berdampak kepada BUMN lain.
"Pengawasan harus lebih ditingkatkan lagi, terutama pada BUMN besar karena itu akan mengganggu APBN dan merugikan pemegang saham," tegasnya.
Anggota Komisi 1 DPR bidang Telekomunikasi, Effendy Choirie menyatakan, pailit Telkomsel menggambarkan bobroknya manajemen BUMN. "Ini kesalahan fatal direksi. Sebaiknya memang Pak Dahlan lakukan evaluasi direksi. Termasuk komisaris utama," ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR dari Golkar Enggartiasto Lukita sebelumnya mengatakan, akibat putusan pailit itu, Telkomsel harus menanggung kerugian sampai Rp 1 triliun. Sebab, dana tersebut digunakan untuk membayar kurator. Berdasarkan UU Pailit No. 37 tahun 2004, perusahaan yang dinyatakan pailit wajib membayar biaya kurator sebesar 1,52 persen dari total aset.
"Total aset Telkomsel sekitar Rp 58,7 triliun. Artinya, untuk membayar kurator, Telkomsel harus siapkan Rp 1 triliun," tuturnya.
Kasus ini bermula pada 21 Juni 2012, Telkomsel menghentikan kontrak secara sepihak, sehingga merugikan distributor voucher isi ulang Kartu Prima (PT Prima Jaya Informatika), senilai Rp 5,3 miliar. Padahal, kerja sama antara Telkomsel dengan PT Prima disepakati sejak 1 Juni 2011 sampai Juni 2013. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA