post image
KOMENTAR
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengimbau, pelaksanaan redenominasi harus dilakukan hati-hati, sebab ada beberapa negara yang mengalami kegagalan seperti Rusia, Brasil, Argentina dan Zimbabwe.

Dijelaskan, redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal rupiah disertai dengan penyederhanaan nominal yang sama atas harga barang dan jasa, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sedangkan sanering merupakan pemotongan nominal rupiah dengan tidak disertai penyesuaian harga barang. Akibatnya bisa membuat daya beli masyarakat turun.

Agus mencontohkan, uang Rp 50 ribu setelah redenominasi menjadi Rp 50, tanpa menurunkan daya beli masyarakat. Pecahan mata uang tersebut dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya.

"Nilai rupiah akan semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang negara lain."

Dikatakan, saat ini rupiah memiliki jumlah digit terlalu banyak dan menyebabkan ketidakefisienan dalam proses input, pengelolaan data base, pelaporan serta penyimpanan data.

"Penggunaan digit seperti itu menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi, kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga bisa menyebabkan kekeliruan,” jelasnya.

Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pemerintah dan BI telah menyelesaikan draft Rancangan Undang-undang (RUU) khusus terkait Redenominasi. Menurutnya, Draft sudah diajukan ke DPR untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional 2013.

"Selanjutnya substansi itu akan dibahas kembali pada sidang paripurna supaya bisa disahkan menjadi UU," papar Agus. [rob/rmol]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi