post image
KOMENTAR
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Effendi Simbolon- Jumiran Abdi (ES-JA) mengusung program untuk Sumatera Utara dengan lima indikator pembangunan yaitu;  Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Perbaikan sektor pangan serta Peningkatan sumberdaya energi.

Kepada Medanbagus.Com, Ichsanudin Noorsy mencoba membahas program pasangan nomor urut dua tersebut usai debat Cagub dan Cawagub Sumut di Hotel Grand Angkasa, Medan, Jumat (1/3/2013) malam.

Adapun analisis Ichsanudin Noorsy untuk program pembangunan pasangan ESJA sebagai berikut:

Ketika saya tanya dari lima yang disebut Effendi skala prioritasnya apa, mereka jawab (bisa dikerjakan) serempak. Itu  kesalahan. Tidak ada yang bisa dikerjakan serempak. Karena APBD Sumut punya keterbatasan Rp 8,8 Triliun.

Anda harus berpikir, mana yang harus menjadi skala prioritas. Mana yang Anda harus dahulukan.

(Misalnya) Anda harus menyatakan, saya dahulukan infrastruktur, mendahulukan energi yang ternyata elektrifikasinya di Sumut masih rendah padahal potensi energinya luar biasa.  

Anda juga bisa akan memprioritaskan perbaikan sektor pangan, yang ternyata, kita sudah impor ikan, impor gula sama impor beras. Jadi, anda harus memprioritaskan yang mana?


Selain itu, semua indikator pembangunan Effendi Simbolon itu adalah indikator kedaulatan ekonomi satu negara. Lima yang disebut Effendi itu adalah kedaulatan satu negara. Pola berpikir presiden, bukan pola berpikir gubernur.

Soal pelayanan kesehatan. Bicara soal kesehatan itu bukan sekadar kemampuan masyarakat atau pemerintah untuk membayar biayanya. Tapi masyarakat juga butuh kepastian, keyakinan dan kenyamanan.

Karena kelas kesehatan masyarakat itu bisa di klasifikasikan pada lima kelas, mulai dari kelas A,B,C,D dan E.

Untuk pelayanan kesahatan pada pada kasus penyakit kusta (contoh yang ditampilkan di TVONE), itu masuk kelas D dan E.

Tapi untuk masyarakat golongan kelas A,bukan sekadar jaminan untuk membayar saja. Bayangkan kalau ternyata Sumatera Utara tidak memberi kepastian, tidak mampu memberi kenyamanan tidak mampu memberi keyakinan memberikan perobatan, kabur mereka ke Penang dan Singapura.

Makanya ratusan milyar dibawa kabur. Jadi tidak bisa disamakan untuk kelompok masyarakat seperti ini, yang namanya layanan kesehatan.

Untuk kelas menengah sesungguhnya sama, karena berpotensi untuk ke atas dan ke bawah.

Soal Effendi mengambil contoh Kartu Jakarta Sehat, ini untuk kelas C,D,E. Tapi ketika kartu sehat itu diadopsi di Sumut, itu mustahil.

Sumut dan Jakarta berbeda dari struktur masyarakatnya, struktur aspirasi pada tingkat golongan bahkan berbeda dari struktur golongan wilayahnya. [ded]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa