post image
KOMENTAR
Bank Indonesia menyebutkan depresiasi rupiah mencapai 3,01 persen (year to date), relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang negara-negara lain di kawasan.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, depresiasi rupiah di Indonesia lebih rendah dibandingkan depresiasi di Filipina sebesar 4,94 persen, Singapura 3,97 persen, dan Malaysia 3,13 persen.

"Di Jepang depresiasi yen bahkan sampai 14 persen. Di Korea depresiasi won juga hingga tujuh persen. Memang ada beberapa negara yang tingkat depresiasinya dalam, tapi kalau di Indonesia ada di kisaran 3,01 persen," ujar Agus saat konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (5/7/2013).

Agus menjelaskan, akibat perkiraan kebijakan `quantitative easing` akan dihentikan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, berdampak kepada tekanan nilai tukar di Indonesia, dan juga berdampak kepada nilai tukar negara lain di kawasan.

"Kami melihat bahwa dampak terhadap nilai tukar itu yakni aset-aset yang dijual kemudian dibelikan valas untuk keluar, tapi pada saat yang bersamaan di Indonesia bukan hanya ada reversal itu saja tapi juga memang di dalam negeri korporasi Indonesia banyak yang memerlukan valas," ujar Agus.

Keperluan valas tersebut seperti kewajiban yang musti dibayarkan ke luar negeri baik dalam bentuk pembayaran hutang atau pembayaran barang yang diimpor, serta repatriasi keuntungan yang dibawa keluar. Selain itu, menurunnya penerimaan negara juga turut memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

"Kondisi itu semua relatif cukup membuat tekanan pada nilai tukar rupiah dan untuk itu secara konsisten dan terus penuh komitmen BI senantiasa menjaga stabiltas nilai tukar dan kita juga menjaga supaya tersedia valas di pasar," kata Agus.

Agus menambahkan, secara prosentase surat berharga negara (SBN) Indonesia yang dimiliki oleh pihak non-residence yang sebelumnya mencapai 35 persen mengalami penurunan menjadi 30,75 persen

"Ini juga suatu penurunan yang cukup tajam menjadi 30,75 persen," tutur Agus.

Pasar aset keuangan sendiri cenderung kondusif selama beberapa pekan terakhir yang terindikasi dari masih tingginya minat investor terhadap aset keuangan Indonesia. Dalam beberapa waktu terakhir penawaran surat berharga mengalami `oversubscribe`.

Inflow di pasar keuangan mulai terjadi walau masih terdapat capital outflow pada Juni 2013 tercatat sekitar 4,0 miliar dolar AS, terdiri dari 2 miliar dolar AS di saham dan 1,98 miliar dolar AS di pasar surat utang negara (SUN).

Ke depan, lanjut Agus, seiring dengan pemulihan ekonomi global dan berkurangnya tekanan terhadap rupiah, prospek penguatan rupiah relatif terbuka. [ant/hta]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi