post image
KOMENTAR
SETAHUN berlalu pasca pemilu 2014, kita sudah bisa mengevaluasi perjalanan pasca pemilu tersebut, harapan memiliki pemimpin negarawan, harapan memiliki wakil rakyat yang berkualitas, harapan Indonesia bisa dibawa ke arah yang lebih baik. Itu  adalah salah satu alasan dimana kita berhadapan pada pilihan yang kemudian telah  kita putuskan untuk menetukan nasib Bangsa hingga kini. Dan yang kita peroleh Sengkarut politik di Indonesia kian tak terkontrol.

Persoalan demi persoalan  rakyat yang disebabkan kekisruhan politik para elit mengakibatkan runtuhnya sistem moral bangsa saat ini. Demokrasi bangsa seolah-olah tidak berwibawa. Sementara di sisi lain, kemanusiaan dan pluralisme telah sejak lampau diletakkan sebagai fondasi  bangunan kultur politik bangsa sebagai bangsa yang beradab. Politik yang  sesungguhnya merupakan cara untuk mengokohkan sistem sebuah negara, telah  berubah menjadi sarana memperkaya diri dan kelompok serta golongan.

Tidak hanya itu, politisi juga cenderung menjadikan politik sebagai "mesin pembunuh" sesamanya. Dalam kemelut itu, politik benar- benar tidak didudukan pada prinsip- prinsip etikanya; pluralisme, HAM, solidaritas bangsa, demokrasi serta keadilan sosial. Kalau tidak salah menarik kesimpulan, tantangan sekaligus akar musibah demokrasi dan politik bangsa ini sebenarnya adalah pragmatisme politik yang kian menggerogoti sendi kehidupan bangsa.

Hampir Genap setahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Setahun lalu pasangan ini menebarkan harapan memperbaiki keadaan dan kondisi bangsa yang  terpuruk. Masyarakat begitu yakin pasangan ini mampu membawa perubahan. Dukungan pun mengalir dengan deras. Sebuah kemenangan yang tentu saja amat monumental di era pemilu langsung.

Tragisnya, belum genap setahun usia memerintah, kegaduhan tim kerja Presiden dan Wakilnya semakin membingungkan, dibuktikan bongkar pasang stafnya bahkan banyak tak sejalan dengan dengan misi kebersamaannya, dan presiden pun tidak tegas menyikapi sikap staf yang sama sekali tak menguntungkan dalam roda kepemimpinannya, diperparah lagi situasi sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan tidak menjadi lebih baik. Kemisikinan, kekerasan beragama tetap terjadi bahkan menjadi konsumsi kita setiap hari.

Kian merajalelanya korupsi juga merupakan potret kegagalan pemerintah, diperparah pada fakta hari ini komitmen pemerintah dalam mengatasi kasus korupsi sangat tidak terlihat, justru sebaliknya alih-alih akan mengkebiri wewenang KPK, sehingga kasus korupsi yang besar seperti Century, BLBI dan lainnya terpajang cantik dan tak tersentuh. Kondisi perekonomian juga dapat dikatakan bak "jauh panggang dari api."

Meskipun indikator-indikator perekonomian seperti diklaim pemerintah semakin membaik namun kenyataannya, masih ditemukan, Impor Ilegal terus mengalir jelas-jelas membunuh sektor ekonomi makro dan mikro rakyat, dan dampak sulitnya menemukan lapangan kerja, mahalnya biaya hidup, harga yang terus meningkat,  kondisi ini yang akhirnya menekan rakyat terutama kalangan bawah. Cerita bagaimana rakyat  mencoba bertahan hidup adalah kisah-kisah memilukan. Jika demikian, maka kepercayaan terhadap pemerintah dalam menyejahterakan rakyat layak digugat dan dipertanyakan.

Janji menciptakan lapangan kerja tidak menjadi kenyataan faktanya PHK terus terjadi dimana-mana. Begitu pun janji untuk mengatasi kemiskinan hanya berhenti pada retorika belaka. Tidaklah mengherankan kejenuhan rakyat dan frustrasi sosial kian memuncak. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyat adalah ketika kesejahteraan mendapat perhatian memadai. Ini membuktikan manakala visi pembangunan tidak diarahkan untuk kesejahteraan rakyat. Pembangunan memang diarahkan untuk kemajuan ekonomi tetapi bukan demi rakyat kecil, melainkan melayani kepentingan pemodal besar dan kaum kapitalis.

Negara ini sudah lelah, sekarang kita dipertonton dengan bencana alam dengan letupan di setiap wilayah,fakta hari ini yang terjadi di Kalimantan dan sumatera berbulan-bulan rakyat disana dibiarkan begitu saja menghirup asap sampai menjatuhkan korban akibat bencana tersebut, alih-alih katanya pemerintah terlibat tapi sepertinya rencana penangan tersebut seperti angin berlalu begitu saja, justru sepertinya bencana ini menjadi ATM multiyear.

Oleh sebab itu, bisa jadi bencana dalam sendi kehidupan rakyat Indonesia juga semakin dekat, yang artinya dengan kelelahan bangsa ini tidak ada yang mau bertahan dan menjadi penyeimbang dalam perjalanan bangsa, justru yang ada hanyut dan larut.

*Ketua Presidium Pusat PMKRI


Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini