post image
KOMENTAR
KONON katanya, Indonesia memiliki segudang cerita rakyat yang mengisahkan penderitaan seorang anak tiri. Mulai dari ujung Sabang sampai ke ujung Merauke masing-masing memiliki cerita sendiri tentang kesengsaraan anak tiri.

Melihat watak manusia yang senang bersenggama dengan nepotisme membuat hal tersebut sangat mungkin untuk terjadi pada kondisi yang tidak sekedar dongeng. Hubungan intim dengan nepotisme tersebut menjadikan seseorang dapat memiliki sikap antipati terhadap orang lain yang tidak ada hubungan darah dengannya.

Namun hari ini, Indonesia memperlihatkan pola hubungan yang aneh, memasang sikap antipati terhadap anak kandung. Anak kandung tersebut adalah radikalisme.
Bahkan radikalisme ini bukan sekedar anak kandung Indonesia, tapi anak kandung seluruh peradaban yang ada di bumi ini.

Datang dari antah barantah, sebut saja taklidisme, seorang anak yang memiliki panggilan taklid, sekarang telah menjadi anak kandung Indonesia. Ia menggantikan posisi radikalisme, yang sekarang berganti status menjadi anak tiri.

Kenapa taklidisme sukses menggantikan posisi radikalisme sebagai anak kandung? Apakah radikalisme telah melakukan sebuah kesalahan besar?

Dahulu radikalisme ini selalu menjadi anak kandung yang santun, saleh dan sangat cerdas. Tidak ada satu pun khasanah ilmu yang luput untuk diajarkan kepada seluruh peradaban. Dengan kesantunan, radikalisme membuat peradaban tak perlu membayar apapun untuk setiap yang diajarkan. Dengan kesalehan, membuat setiap peradaban tidak lagi menjadikan tuhan sebagai sebuah berhala yang esensinya sekedar simbol. Dan dengan kecerdasannya, ia membuat setiap peredaban dapat menciptakan apapun, bahkan berpotensi menciptakan wujud dari anti-materi.
 
Radikalisme membuat manusia-manusia di dalam setiap peradaban hampir sampai ke sebuah kondisi yang tak mungkin dicapai, termasuk manusia-manusia Indonesia juga dibuatnya begitu. Tidak ada sebuah dosa yang menjadi bias dari tingkahnya, bahkan kotorannya pun lebih berharga dari segunung emas. Segala yang dipikirkan dan dilakukannya dapat menggapai sesuatu sampai ke paling akar (dasar ).

Singkat cerita, Indonesia kemudian melahirkan manusia-manusia yang tamak dan kejam. Memonopoli seluruh komoditas, tak membiarkan seluruh manusia di Indonesia menjadi sesantun, sesaleh dan secerdas radikalisme.

Beberapa manusia yang tamak dan kejam ini membuat manusia lainnya hanya mengetahui sampul dari sebuah hal.
Mulai dari pemerintah, ulama, hingga tokoh-tokoh (pasti menokohkan diri sendiri) menyebutkan bahwa radikalisme adalah anak jahat, berbahaya jika bermain dengannya.

Mereka pun mengatakan bahwa taklidisme inilah anak kandung kita, bermainlah dengannya, belajarlah dengannya, jelajahi dunia bersamanya.

Nyatalah mengapa taklidisme tersebut sukses menggantikan posisi radikalisme sebagai anak kandung Indonesia. Beberapa manusia yang telah disebutkan tadi ingin makan malam besar tanpa diketahui manusia lainnya. Manusia lainnya cukup makan sampah. Bayangkan jika radikalisme masih menjadi anak kandung Indonesia, manusia-manusia yang coba dipinggirkan ini pasti dapat memahami dan menggapai sesuatu sampai ke dasarnya. Manusia-manusia yang dipinggirkan ini akan merusak dan merusuhi makan malam besar beberapa manusia yang tamak dan kejam tadi.
 
Dengan begitu, sudah jelas bahwa radikalisme sebenarnya tidak melakukan kesalahan apapun. Menggunakan kesantunan, kesalehan dan kecerdasannya, radikalisme tidak akan memuarakan perbuatan jahat apapun.

Seperti yang juga telah dipahami bersama, dengan tabiat nepotisme yang ada membuat anak tiri selalu mendapatkan siksaan, kekejaman dan fitnah. Sungguh nasib sial bagi radikalisme, ia mendapatkan konsekuensi tersebut. Disiksa, dicaci dan difitnah menjadi makanannya sehari-hari.

Radikalisme yang kian dianaktirikan tersebut mencoba mencari perlindungan dan keadilannya.

Kemana ia sekarang?

Kepada siapa ia mencari perlindungan dan keadilan tersebut?

Ternyata radikalisme pergi mencari perlindungan kepada setiap insan yang hidup “menjadi”, lebih tinggi derajatnya dari sekedar manusia, apalagi yang cuma “mengada”.
Radikalisme percaya, sebab ia melihat sekumpulan insan ini akan mencari pencuri kata-kata suci dan merebutnya. Ia melihat potensi yang besar pada sekumpulan insan tersebut, potensi yang dapat mewujudkan keadilan, memberantas beberapa manusia yang tamak dan kejam itu.

Radikalisme dan sekumpulan insan kemudia bersatu, pergi meminta wejangan kepada bumi. Setelah cerita panjang lebar, akhirnya bumi menjanjikan  sebuah momentum kemenangan untuk radikalisme dan sekumpulan insan.

Janji bumi kepada radikalisme dan sekumpulan insan tersebut sekaligus menjadi sinyal bahaya untuk taklidisme dan manusia-manusia tamak nan kejam itu.
Waspadalah, radikalisme dan sekumpulan insan kapan saja dapat keluar dan memerdekakan manusia-manusia yang terpinggirkan!

#NikmatnyaSeranganFajar  

Jutaan Umat Islam Indonesia Telah Bersatu Dalam Gerakan Masif, Tak Pernah Disangka

Sebelumnya

Ketergilasan Gerakan Masif Jutaan Umat Islam Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Serangan Fajar