post image
KOMENTAR
JIKA anda berharap menemukan tulisan tentang sampah di kubangan dapat berubah menjadi berlian sungguhan, maka salah tempat. Saya persilakan anda untuk segera meninggalkan tulisan ini.

Judul di atas sengaja dibuat bukan untuk membohongi publik, bukan juga untuk menjebak konsumen tulisan.  Judul tersebut sebenarnya akan menggambarkan tentang sampah sebenarnya.

Sampah di kubangan bukanlah sampah yang sebenarnya, sebab itu masih bisa di daur ulang dan dijadikan hal yang bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Makna sampah sebenarnya adalah sesuatu yang tidak ada daya guna sama sekali, bahkan juga dapat menambah kesengsaraan hidup setiap masyarakat.

Jika kita lebih teliti dalam memberikan nama untuk suatu hal, maka sampah di kubangan itu harusnya dinamai dengan barang bekas. Penamaan sampah hanya ditujukan untuk sesuatu yang tidak memiliki daya guna sama sekali, tidak bisa didaur ulang dan merugikan.

Perlu diucapkan kembali kalimat selamat datang di Indonesia. Indonesia yang baru, yang bisa menyulap sampah menjadi sebuah hal yang memiliki nilai berharga sama dengan berlian.

Kita bisa ambil beberapa contoh sebagai buktinya.
Pertama, kasus pembunuhan dengan zat kimia berbahaya bernama sianida  yang terjadi beberapa waktu lalu. Sebelum melangkah ke untaian kata selanjutnya, perlu kita pahami bersama bahwa contoh ini bukan  untuk mendiskreditkan individu-individu terkait. Di sini kita berbicara tentang dinamika dan hal-hal berkembang seputar kasus tersebut.

Kasus tersebut mengambil tema pembunuhan dan menggunakan sianida sebagai perantaranya. Ada kesamaan dengan kasus pembunuhan terhadap pejuang HAM, Munir.  Dalam hal ini, kasus pembunuhan dengan sianida beberapa waktu lalu adalah sampah sebenarnya.

Pemberitaan yang dibesar-besarkan hingga menjadi konsumsi publik tidak memiliki daya guna untuk kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan kasus pembunuhan Munir, kasus yang penyelesaiannya berdaya guna tinggi dan dapat menjadi salah satu pemicu untuk kesejahteraan rakyat malah dibuat seperti sampah dan dibiarkan begitu saja.

Untuk contoh yang pertama ini, sampah disulap menjadi berlian dan berlian disulap menjadi sampah. Mengapa hal ini bisa terjadi?  

Kedua, aksi-aksi premanisme yang sudah merebak di berbagai penjuru Indonesia. Premanisme dalam pemahaman masyarakat Indonesia adalah pola hidup yang meninggikan diri, menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah dan menindas yang lemah. Premanisme bukan hanya digunakan oleh kelompok berseragam seram, yang berseragam bak malaikat pun banyak.

Terlihat jelas kesampahan dari premanisme tersebut, itu memberikan kerugian untuk kehidupan masyarakat. Namun, baik yang terpelajar maupun tidak terpelajar, bahkan yang mengaku sangat religius juga ikut menjadikannya sebagai sistem hidup. Apakah masyarakat sudah benar-benar menyerah pada kesaktian sampah?

Ketiga, tikus yang dapat menjadi pimpinan di Indonesia.

Sampai hari ini sebagian besar orang di Indonesia masih sepakat bahwa tikus adalah hama, berbeda dengan binatang lainnya, tidak ada satupun bagian dari tikus dapat dimanfaatkan untuk membantu kesejahteraan hidup manusia.

Indonesia memiliki tikus-tikus raksasa, menggunakan dasi dan jas yang sangat rapi, menjalankan kerja kotornya di balik meja, sekarang telah terkultuskan menjadi beberapa pimpinan di negeri ini. Bagaimana bisa sebuah hama dapat menjadi pimpinan di sebuah negara? Konsesi politik kotor, baliho-baliho tinggi dan bualan kampanye yang telah berhasil menyulapnya seolah-olah bernilai tinggi seperti berlian.

 Keempat, penipu dan pedagang licik yang dapat menjadi tokoh agama. Agama adalah hal yang paling primordial untuk seluruh manusia. Sesuatu yang menjadi ketergantungan utama untuk manusia harusnya tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, akan menyebabkan sebuah bencana monopoli.

 Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat sial, para penipu dan pedagang licik menyulap dirinya yang sangat sampah itu menjadi pemangku agama yang nilainya jauh lebih berharga dari berlian. Menggunakan agama, mereka sanggup menipu masyarakat, menjadikan agama sebagai tameng kepentingan pribadinya. Bukan hanya itu, mereka sanggup menjual agama hanya untuk urusan perut yang sejengkal. Nasib sial apa yang sedang menghantui Indonesia?

Contoh-contoh tersebut hanyalah beberapa contoh dari atraksi sulap mengubah sampah menjadi berlian. Dengan beberapa contoh tersebut kita sudah bisa mengidentifikasi sulap-sulap sejenis.

Setelah contoh di atas telah kita pahami bersama, ada sebuah pertanyaan besar yang muncul. Kenapa Indonesia yang begitu kaya dengan kepribadian dan identitasnya dapat disusupi oleh sulap-sulap tersebut?

Jawabannya hanya satu, hal itu disebabkan oleh media yang sudah murtad dari ajaran aslinya. Media adalah pesulap yang bertanggung jawab atas sulap-sulap yang ada, sulap yang dapat mengubah sampah menjadi berlian. Media seharusnya menjadi instrumen untuk menjadikan informasi sebagai bantuan yang dapat mensejahterahkan masyarakat.  Kini media hanya mementingkan keuntungan korporasinya, tak ada niat untuk menjadikan masyarakat bisa hidup cerdas dan sejahtera.

Jika memang ada media yang tidak murtad, jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Media adalah pihak yang paling bebas menyuguhkan berbagai wacana.

Wacana adalah hal dasar untuk membangun sebuah peradaban. Jika pembentukan wacana disalahgunakan, maka sampah terburuk sangat mudah untuk disulap menjadi berlian termahal.

#NikmatnyaSeranganFajar

Jutaan Umat Islam Indonesia Telah Bersatu Dalam Gerakan Masif, Tak Pernah Disangka

Sebelumnya

Ketergilasan Gerakan Masif Jutaan Umat Islam Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Serangan Fajar