post image
KOMENTAR
Senyum riang langsung terpancar dari wajah Kariani Laia, siswi SMP Negeri 19 Medan yang sempat tidak masuk sekolah selama 2 bulan karena tidak mampu melunasi pungutan uang buku dan seragam sekolah sebesar Rp 837 ribu. Gadis remaja berambut panjang ini bahkan langsung bergegas keluar dari rumah sangat sederhana yang dikontrak orang tuanya di Jalan Abadi 52, Medan Sunggal.

"Apa kabar om," katanya sambil menyalami sang wartawan, Jumat (4/3).

Terik matahari dan panasnya suhu udara pada pukul 11.30 WIB tersebut, sedikitpun tidak membuat senyumnya berkurang. Sebuah kondisi yang jauh berbeda saat ditemui ditempat yang sama pada Rabu (2/3) lalu. Saat itu, ia bahkan sempat menitikkan air matanya didepan sejumlah wartawan dan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, sembari bercerita tentang kondisi yang dialaminya hingga memutuskan untuk tidak lagi masuk sekolah.

"Bapak nggak punya uang, jadi tiap hari saya hanya bisa bilang besok sama guru yang menagih. Trus karena terus diminta, ya udah aku nggak usah sekolah aja," ujarnya saat itu.

Awak medanbagus.com sempat bingung, sebab Kariani langsung bergegas masuk ke rumah usai mempersilahkan wartawan duduk diteras rumahnya. Kebingungan ini baru terjawab sekitar 30 menit kemudian saat Kariani muncul dengan pakaian seragam Pramuka lengkap dengan tas sekolah.

"Dia sudah masuk sekolah lagi, dia masuk siang bentar lagi sudah mau masuk," kata ibunya, Ferimani Nduru (38).

Kariani kemudian berlalu dengan diantar menggunakan becak bermotor oleh ayahnya Saroganoita Laia (41) yang seharinya memang berprofesi sebagai penarik becak.

"Dia selalu diantar bapaknya," kata Ferimani mulai bercerita.

Menurut Ferimani, sejak munculnya pemberitaan tentang peristiwa yang dialami anaknya sejumlah pihak mulai berdatangan ke rumahnya, termasuk dari Pemko Medan yang memberikan baju seragam sekolah, buku, sepatu dan perlengkapan sekolah lainnya. Tidak hanya itu, berapa orang dermawan juga menurutnya berdatangan karena simpatik dengan apa yang dialami oleh anaknya.

"Itu didalam juga ada yang datang mau membantu," ungkapnya sembari menunjukk beberapa warga yang sedari awal terlihat ngobrol dengan suaminya Saroganoita.

Beberapa orang warga tersebut akhirnya berkenalan dengan medanbagus. Mereka adalah Jonathan Latupessy, Satria Bangun, Kristof Zebua dan istrinya. Mereka mengaku sangat tersentuh dengan kesulitan yang dialami oleh Kariani. Hal ini mendorong keinginan mereka untuk datang dan membantunya untuk melunasi uang buku dan seragam yang menjadi penyebab Kariani sempat memilih tidak bersekolah lagi.

"Yang kita berikan ini hanya sedikit dan mungkin nilainya sangat kecil. Tapi lewat ini kita ingin, agar Pemko Medan menyelesaikan persoalan ini. Jangan lagi ada kariani-kariani lain yang mengalami hal seperti ini. Pemerintah selalu berjanji sekolah negeri gratis, ya tolonglah direalisasikan," ungkap Zebua.

Usai menyalami Ferimani dan menyelipkan amplop bantuan mereka. Para dermawan tersebut kemudian meninggalkan rumah sederhana yang dikontrak secara bersama oleh orang tua kariani dan tiga kepala keluarga lainnya.

 "Inilah pak, kami sebenarnya merasa nggak enak dibantu seperti ini. Tapi biarlah Tuhan yang membalas kebaikan bapak-bapak semuanya," ucapnya.

Kariani Laia merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara dari pasangan Ferimani Nduru (38) dan Saroganoita Laia (41). Kisahnya meninggalkan sekolah karena malu ditagih uang buku dan seragam di SMP Negeri 19 terkuak saat munculnya pemberitaan pada sejumlah media. Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara langsung menindaklanjuti kondisi ini dengan mendatangi kediamannya dan sekolah yang bersangkutan. Pasca pemberitaan inilah sejumlah pihak memberikan perhatian kepada Kariani sehingga ia kini bisa bersekolah lagi.

Salah seorang pengamat sosial, Arifin Saleh Siregar mengatakan kondisi ini menjadi gambaran umum pendidikan di Indonesia yang kerap berbeda antara peraturan tertulis dengan pelaksanaannya. Sesuai aturan Pemerintah sudah menetapkan wajib belajar 9 tahun dimana seluruh bentuk kutipan kepada siswa "diharamkan". Inilah yang menurutnya harus menjadi PR bagi Pemko Medan agar kondisi serupa tidak terjadi lagi.[rgu]

Rajudin: Kehadiran PPPK Jangan Sampai Menyingkirkan Guru Honor

Sebelumnya

Sekolah Ditutup 14 Hari, Gubernur Edy Rahmayadi: Belajar Dirumah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Pendidikan