post image
KOMENTAR
Tidak kurang dari 3 juta orang dilaporkan ikut serta dalam demonstrasi di ibukota Kerajaan Maroko, Rabat, hari Minggu kemarin (13/3). Demonstrasi digelar sebagai dukungan terhadap integritas wilayah kerajaan itu dan kecaman terhadap Sekjen PBB Ban Ki-moon yang beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan keliru terkait status Sahara.

Menurut Hespress yang memiliki oplah terbesar di Afrika Utara, demonstrasi kemarin merupakan yang terbesar dalam sejarah Maroko.

Long march secara resmi dimulai dari Bab Chellah pukul 10.00 waktu setempat. Namun hampir seluruh ruas jalan di Rabat dipenuhi oleh masyarakat. Masyarakat membludak di sepanjang Jalan Raya Muhammad V, yang merupakan salah satu jalan utama Rabat. Begitu juga Achouhadae Square seakan tam mampu menampung lautan manusia.

Lagu kebangsaan Maroko dan lagu-lagu nasional lainnya seperti Laayoune aniya Wa Sakya Hamraniya terdengar berkumandang sepanjang demonstrasi. Begitu juga dengan teriakan-teriakan yang memberikan dukungan terhadap integrasi wilayah Maroko.

Di antara yang disampaikan demonstran adalah tuntutan agar Minurso, badan PBB yang mengawasi proses gencatan senjata di Sahara, segera angkat kaki.

Selain demonstran, ribuan polisi juag disiapkan berjaga-jaga di banyak titik di Rabat untuk menghadapi berbagai kemungkinkan yang tak diinginkan.

Demonstrasi raksasa ini digelar oleh berbagai partai politik dan organisasi di Maroko serta serikat pekerja.

Maroko merupakan kerajaan tertua di dunia yang berdiri pada abad ke-8. Di tahun 1912, menyusul gelombang kolonialisasi Eropa di benua Afrika pada akhir abad ke-19, Prancis dan Spanyol membagi dua wilayah kerajaan itu. Prancis menjadi protektorat di wilayah utara Maroko, sementara Spanyol menjajah wilayah selatan Maroko yang juga dikenal sebagai Sahara Barat.

Pada tahun 1956, Prancis meninggalkan wilayah utara Maroko. Sejak itu, upaya para pejuang Maroko menyatukan kembali wilayah kerajaan Maroko semakin diintensifkan dan mendapatkan momentum pada tahun 1975, ketika Spanyol angkat kaki menyusul krisis ekonomi di dalam negeri.

Di saat bersamaan, Perang Dingin memberikan konsekuensi baru. Uni Soviet mendorong Aljazair untuk menguasai wilayah Sahara yang ditinggalkan Spanyol. Lahirlah kelompok Polisario di Tindouf, Aljazair, yang mengaku sebagai pemilik Sahara Barat. Maroko sempat terlibat dalam perang panjang melawan Polisario yang didukung Aljazair dan negara-negara blok Timur di kawasan itu, termasuk Libya. Tekanan Aljazair menurun setelah pada tahun 1991 bersamaan dengan kehancuran Uni Soviet.

Sampai kini masih ada dua wilayah Maroko yang berada di bawah kolonisasi Spanyol, yakni Ceuta dan Melilla. Keduanya berada di tepi Laut Mediteranian. [rmol]

KOMENTAR ANDA

Baca Juga