post image
KOMENTAR
Jauh sebelum D. Kumarasamy lahir, tepatnya pada abad ke-17, kelas sosial mulai dipopulerkan terbagi menjadi tiga yaitu proletar, borjuis, dan feodal. Proletar diidentikkan dengan kelas sosial bawah, tidak memiliki kekayaan, pekerja tanpa alat produksi. Borjuis diidentikkan dengan kelas sosial menengah, memiliki modal, menguasai alat produksi. Dan yang terakhir, feodal adalah kelas sosial paling tinggi, menguasai tanah dan struktur tatanan masyarakat. Kelas feodal dimonopoli oleh kaum bangsawan, sang manusia berdarah biru.

Masyarakat Tamil Hindu termasuk yang ada di kota Medan sejatinya tidak menggunakan penyebutan proletar-borjuis-feodal untuk standar kelas sosial. Masyarakat Hindu Tamil menggunakan marga/klan sebagai standar kelas sosial dan D. Kumarasamy termasuk keturunan dari marga/klan bangsawan. Jika merujuk pada standar kelas sosial abad ke-17, maka D. Kumarasamy adalah keturunan dari kaum feodal.

Ayah D. Kumarasmy adalah seorang Pillay. Nama ayahnya adalah Duraisamy Pillay. Pillay adalah klan turunan dari Wellalar. Wellalar dan seluruh turunan klannya digolongkan sebagai masyarakat Tamil berkasta elit, kasta pemilik lahan dan didominasi oleh garis kebangsawanan. Hanya bentuk kata yang membedakan antara feodal dengan  Wellalar dan Pillay.

Sesuai dengan keberadaan Wellalar yang berbasis di India dan Sri Lanka, ayah D. Kumarasy merantau memulai petualangan hidupnya dari India ke Sumatera Timur. Ayah D. Kumarasamy bukanlah orang wellalar pertama yang datang ke Sumatera Timur, banyak Wellalar serta klan lail dengan berbagai kasta yang datang ke Sumatera Timur sebelumnya.

Watak kebangsawanan atau feodalisme yang dimiliki Wellalar ikut berlayar bersama kapal yang ditumpangi menuju tanah Sumatera Timur. Perubahan yang ada hanya tentang Sumatera Timur adalah latar belakang tempat yang baru, sistem pengkastaan antar marga/klan tetap dipertahankan seperti sedia kala. Salah satu klan yang berada jauh di bawah Wellalar adalah klan Parai. Wellalar adalah pemilik tanah (bangsawan), sedangkan Parai adalah kasta penggarap tanah,pekerja tanpa memiliki alat produksi (proletar).

Terlahir sebagai Pillay, ayah D. Kumarasmy tidak pernah mengajarkan nilai dan kebiasaan feodalisme kepadanya. Sejak keci, D. Kumaramy telah dibiasakan dan membiasakan diri mendapatkan sesuatu dengan jalan perjuangan dan pengorbanan, sangat jauh dari nilai feodalisme. Darah juang yang selalu mengalir di setiap denyut nadi D. Kumarasamy membentuk jiwa revolusioner di dalam dirinya, gerah melihat perbudakan dan perbedaan kasta.

Mayarakat Tamil Hindu Sumatera Timur tidak hanya mengenal pengkastaan untuk hal-hal sosial dan ekonomi, praktik peribadahan juga tak lupa dibedakan sesuai dengan klan. Melihat hal-hal tersebut, jiwa revolusioner yang dimiliki D. Kumarasmy terpanggil lalu membangkitkan detak pemberontakan di dalam jantung dan  kepalanya. Pemberontakan dibentuknya ke dalam proyeksi karya  dan spiritualitas, tak ada darah dan tak ada pertikaian. 

Salah satu karya yang mewakili pemberontakannya saat itu adalah program-program Deli Hindu Shaba. Setelah dipilih menjadi Ketua Deli Hindu Shaba, organisasi ini tidak lagi berorientasi untuk kaum tua, kaum yang masih mempertahankan perbedaan kasta di kalangan masyarakat Tamil Hindu. Orientasi Deli Hindu Shaba berubah 180 derejat dari sebelumnya, setiap program berbasis kepemudaan dan kekaryaan. Seluruh pemuda dari berbagai klan dibaurkan ke dalam Deli Hindu Shaba.Instrumen karya moril menciptakan alunan pembentukan diri para pemuda yang tergabung di Deli Hindu Shaba. Perbedaan kelas sosial dan ekonomi secara pasti terkikis di tubuh para pemuda Hindu Tamil.

Sedangkan untuk pemberontakan spiritual di dalam diri D. Kumarasmy, terjadi ketika ada perbedaan praktik ibadah yang ditetapkan oleh para kaum bangsawan. Klan Parai yang berstatus sebagai klan tingkat bawah, pekerja tanpa alat produksi (proletar), hanya diperbolehkan untuk beribadah di teras kuil, hanya klan atas termasuk Pillay yang boleh beribadah sampai ke dalam kuil. Ibadah yang menjadi hal fundamental sulit untuk diubah praktiknya, tidak semudah mengubah kondisi sosial dan ekonomi di kalangan masyarakat Tamil Hindu. Terinspirasi oleh sosok seorang Buddha yang juga menyebarkan Buddhisme dikarenakan pemberontakan terhadap Hindu, D. Kumarasmy meneguhkan diri untuk membawa setiap orang di dalam klan Parai menuju Buddhisme. Sekali lagi D. Kumaramy merealisasikan revolusinya tanpa darah dan pertikaian.

Masyarakat Tamil Hindu di Sumatera Timur dan Medan khususnya pada waktu itu sangat beruntung memiliki sosok D. Kumarasmy. Terlahir sebagai Wellalar membuatnya memiliki modal untuk mengecap pendidikan yang baik dan melahirkan jiwa revolusioner. Kebijakan dan kebajikan D. Kumarasmy yang selalu mampu mencari solusi untuk mengelakkan terjadinya konflik menyebar di internal masyarakat Tamil Hindu adalah salah satu alasan yang menjadikan masyarakt Tamil Hindu mapun Tamil Buddhis bertahan sampai sekarang dan dapat berbaur dengan baik terhadap pribumu. Karena D. Kumarasamy, masyarakat Tamil di Sumatera Utara bisa membumi di Indonesia.

Selamat D. Kumarasamy, selamat masyarakat Tamil.[rgu]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas