post image
KOMENTAR
Menyikapi keresahan publik terkait kembalinya Basuki Tjahaja Purnama aliasn Ahok menjabat Gubernur DKI Jakarta setalah cuti Pilkada, para anggota DPR bergerak cepat. Kini, politisi Senayan tengah menyiapkan instrumen yang diperlukan untuk menggulirkan Hak Angket penonaktifan Ahok atau "Hak Angket Ahok".

"Kami sedang mempelajari dan menyiapkan instrumen yang diperlukan. Kami sudah menangkap keresahan publik, seolah ada pengistimewaan hukum yang diberikan kepada Ahok," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Habib Aboe Bakar Al-Habsy di Jakarta, Senin (13/2).

Hal itu, kata dia, merujuk pada perlakuan penegak hukum yang juga terkesan tidak wajar saat kasus penistaan Agama menimpa Ahok.

"Masyarakat menganggap susah sekali orang ini (Ahok) menjadi tersangka. Setelah ada demo besar (Aksi 411) baru ditersangkakan, meskipun tidak ditahan," ungkapnya.

Menurut Habib, dalam kasus penistaan agama tersebut dinilai publik berbeda sama sekali dengan semua kasus penistaan yang terjadi di Indonesia.

"Nah, sekarang saat sudah menjadi terdakwa jua tidak dinonaktifkan, sebagaimana kepala daerah lain yang menjadi terdakwa," katanya.

Padahal, kata anggota Komisi III ini, ada lima contoh kepala daerah yang dinonaktifkan ketika kepala daerah menyandang status terdakwa.

"Misalkan saja Walikota Probolinggo HM Suhadak diberhentikan, atau Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi pada Rabu 30 November 2016 setelah BNN menetapkannya sebagai tersangka. Kemudian Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho juga diberhentikan sementara karena tersangkut kasus penyuapan," beber dia.

Demikian juga Ratu Atut Chosiyah diberhentikan sementara oleh Mendagri setelah menjadi terdakwa kasus penyuapan terhadap mantan Ketua MK, Akil Mochtar‎.

"Nah, dengan tidak dinonaktifkannya Ahok ini, akhirnya masyarkat menilai orang ini betul-betul kebal hukum dan diistimewakan," katanya.

Pemerintah, lanjut Habib, dinilai publik telah mengangkangi ketentuan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 83 ayat (3). "DPR tentunya tidak boleh diam dengan persoalan ini, kami harus menjalankan tugas dengan baik," ujarnya.

"Kita juga perlu mengingatkan Presiden, bahwa sebelum dilantik Presiden sudah bersumpah akan memenuhi kewajibannya untuk menjalankan segala Undang-Undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya," tegas Habib menambahkan.

Karenanya, politisi asal Tanah Abang ini juga mengingatkan Presiden, perihal sumpah keramat seorang presiden, karena bunyi sumpah tersebut diatur secara langsung dalam pasal 9 UUD 1945.

Melihat situasi yang demikian, tambah Habib, maka sudah menjadi kewajiban para wakil rakyat di DPR untuk menjalankan fungsi tugasnya. Salah satunya adalah dengan Hak Angket yang dimiliki sesuai ketentuan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945.

Hak angket ini menurut Pasal 79 ayat 3 UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan ber berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan .

"Dengan hak tersebut, kita dapat melakukan pendalaman terhadap pengabaian aturan UU Pemerintah Daerah atas persoalan penonaktifan Ahok. Jadi, kita ingin kekuasan yang dijalankan pemerintahan Jokowi-JK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi," pungkas Habib. [hta/rmol]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa