post image
KOMENTAR
Tingginya penderita bibir sumbing dan langit-langit atau biasa dikenal dengan istilah asing Cleft Lip and Palate (CLP) di Indonesia kian mengkhawatirkan.

Diketahui, sekitar dua kasus terjadi di setiap 1.000 kelahiran. Dari jumlah itu, belum semuanya dijamin perawatannya oleh asuransi/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Menyoroti hal ini, dalam disertasinya, dokter sekaligus dosen tetap di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Nia Ayu Ismaniati Noerhadi menuturkan, saat ini, CLP cukup sering dijumpai dalam masyarakat. Kelainan ini dapat terjadi karena berbagai faktor risiko yang menimbulkannya, antara lain faktor genetika dan lingkungan.

"Keadaan dan kebiasaan ibu hamil, seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, gizi yang kurang, terpapar radiasi, keadaan stres, trauma, dan konsumsi obat-obatan yang dialami merupakan faktor pencetus terjadinya kelainan," jelas Nia.

Nia melanjutkan, hormon pertumbuhan juga dianggap sebagai suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya insiden bibir sumbing dan langit-langit, disamping faktor latar belakang sosial-ekonomi orang tua serta keluarga penderita. Faktor-faktor ini akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan prenatal yang akan mengganggu embrio, dan akan dijumpai pada saat bayi lahir (pasca-natal).

Penderita CLP, kata Nia, sering merasa malu dan rendah diri, sehingga mempengaruhi faktor psikologis serta rasa percaya dirinya. Namun perawatan komperehensif yang melibatkan berbagai tahapan perawatan sejak bayi sampai usia dewasa masih belum merata, terstandar, dan terintegerasi seperti di pusat-pusat bibir sumbing di dunia, karena terbentur masalah biaya serta pertanggungan asuransi.

"Saat ini masih sangat terbatas studi yang mengobservasi stabilitas hasil perawatan jangka panjang kelompok penderita dengan kelainan ini," tuturnya.

Berdasarkan hal itu, dokter Nia pun melakukan penelitian yang bertujuan agar para penderita bibir sumbing dan langit-langit dapat dijamin perawatannya oleh asuransi/ BPJS Kesehatan. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi perubahan pada pasien bibir sumbing dan langit-langit pada saat selesai perawatan (T0), dua tahun pasca perawatan (T1) dan lima tahun pasca perawatan (T2).

"Saya bersyukur mendapatkan kesempatan mengambil data penelitian dari pasien bibir sumbing dan langit-langit di Nijmegen, Belanda, untuk melihat stabilitas hasil perawatan komprehensif jangka panjang selama dua dan lima tahun setelah selesai perawatan, karena kestabilan merupakan indikasi keberhasilan suatu perawatan," ucap Nia.

Disertasi yang berjudul 'Kajian Stabilitas Relasi  Gigi dan Lengkung Maksilaris Setelah Perawatan Komprehensif Penderita Bibir Sumbing dan Langit-Langit Unilateral Komplit (Studi Longitudinal Retrospektif)' ini telah diterima untuk dipublikasikan di Jurnal Internasional pada: Orthodontics and Craniofacial Research Journal, suatu jurnal riset terkemuka di bidang ortodonti, wajah dan kepala.

Nia diketahui merupakan dosen tetap di departemen ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Lulus dalam waktu tiga tahun dengan predikat Cumlaude.[hta/rmol]

Inovasi Pemutus Rantai Penularan Tuberculosis Paru Melalui Wadah Berisi Lisol Terintergrasi Startegi Derectly Observed Treatment Shourtcourse (DOTS)

Sebelumnya

Cegah Stunting Melalui Pemberdayaan Masyarakat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Kesehatan