post image
KOMENTAR
DPR mengkritisi kebijakan Pertamina yang ngotot bakal menaikkan harga elpiji 12 kilogram (kg) pada pertengahan tahun ini.

 

Anggota Komisi VII DPR Ismayatun mengatakan, pihaknya menolak kenaikan harga jual elpij 12 kg itu lantaran hanya menambah beban anggaran subsidi elpiji 3 kg.

 

“APBN bisa bengkak karena konsumen banyak bakal beralih ke tabung melon itu,” sindir Ismayatun kepada Rakyat Merdeka (grup medanbagus.com).

 

Menurutnya, jika nanti harga elpiji itu dinaikkan, pemerintah harus bisa mengatasi efek domino dari kenaikan tersebut.

 

“Kenaikan harga elpiji 12 kg memang bisa mengurangi kerugian Pertamina, tapi subsidi 3 kg jebol karena peningkatan pembelian dari efek kenaikan itu. Jangan sampai seperti BBM, lebih baik Pertamina pikir-pikir lagi deh kalau mau menaikkan itu!” seru Ismayatun.

 

Apalagi, kata dia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberlakukan penjualan elpiji 3 kg dengan sistem tertutup. Padahal, sejak diluncurkan konversi minyak tanah (mitan) ke gas, distribusi tabung melon harusnya tertutup.

 

Alhasil, siapapun bisa menggunakan elpiji subsidi itu. Dengan kondisi itu, dia mengaku tidak heran jika kuota elpiji tahun ini sampai over.

 

Untuk diketahui, realisasi penggunaan elpiji 2012 diperkirakan bakal tembus 3,83 juta metrik ton dari kuota yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 3,61 juta metrik ton.

 

“Hasil rapat Panja Konversi Minyak Tanah ke Gas DPR juga sudah meminta pemerintah segera melakukan sistem distribusi tertutup untuk mencegah pengoplosan. Tapi sampai sekarang belum dilakukan,” jelas Ismayatun.

 

Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah tidak menaikkan harga elpiji 12 kg karena lebih memikirkan aspek inflasi atau daya beli.

 

Menurutnya, disparitas harga antara elpiji subsidi dan elpiji non subsidi akan akan sangat jauh, dan itu akan berpengaruh terhadap pembelian elpiji non subsidi.

 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini mengaku telah lama menerima pengajuan resmi dari Pertamina terkait usulan kenaikan harga elpiji 12 kg. Namun, pihaknya masih enggan merestui permintaan itu. “Sudah lama Pertamina meminta itu. Belum disetujui kok,” kata Rudi.

 

Vice President Corporate Com­munication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, pihaknya akan tetap menaikkan harga elpiji 12 kg pertengahan tahun ini meski belum mendapat restu pemerintah.

 

“Soal kapan dinaikkan, kami masih melihat perkembangan situasi dan waktu yang tepat,” kata Ali.

 

Hal tersebut dipertegas Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Hanung Budya. Dia mengaku akan ada kenaikan harga elpiji 12 kg pada 2013. Rencana kenaikan itu lantaran Pertamina kerap mengalami kerugian akibat terlalu rendahnya harga elpiji tersebut.

 

“Tahun 2012 kerugian Pertamina Rp5 triliun. Karena hal inilah Pertamina ingin sekali segera menaikkan harga elpiji 12 kg. Total kerugian dalam lima tahun terakhir mencapai Rp20 triliun. Kerugian itu untuk subsidi orang kaya, makanya harga akan kita naikkan bertahap. Uang itu harusnya bisa buat bangun infrastruktur,” ucap Hanung.

 

Dia menegaskan, selama ini perseroan menjual elpiji 12 kg lebih murah dibanding harga keekonomian. Saat ini Pertamina menjual elpiji 12 kg dengan harga Rp5.850- Rp6.000 per kg, sementara harga keekonomiannya sekitar Rp12.500 per kg.

 

“Elpiji 12 kg ini secara tidak langsung disubsidi Pertamina. Padahal pemakainya banyak juga orang kaya, eksekutif dan ekspatriat yang tiap minggu main golf,” sindir Ali.

 

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ugan Gandar menyesali sikap pemerintah yang tak kunjung merestui kenaikan harga jual elpiji 12 kg. Padahal, permintaan itu telah lama diajukan, bahkan telah mengakibatkan kerugian Rp20 triliun dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

 

“Kenapa Pemerintah ketika membuat kebijakan selalu menganaktirikan Pertamina. Ini sama seperti ketika BBM bersubsidi langka, semua pihak menyalahkan Pertamina. Padahal, hal tersebut bukanlah kesalahan Pertamina,” protes Ugan.

 

Ia menuturkan, kerugian Rp20 triliun yang dialami Pertamina di lima tahun terakhir harusnya menjadi tanggungan pemerintah. Tapi selama ini kerugian itu  tidak dianggap pemerintah sebagai kerugian BUMN migas itu. [Harian Rakyat Merdeka/rmol/ans]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi