post image
KOMENTAR
Meski situasi demokrasi di tanah air saat ini sudah membaik dibandingkan berkuasanya  rezim Orde Baru, namun, Indonesia masih dikategorikan masuk dalam transisi demokrasi. Sejumlah pengalaman di berbagai negara yang pernah selesai transisi menuju demokrasi, memperlihatkan kondisi ideal itu akhirnya bisa terpenuhi.

''Membutuhkan dua atau tiga electoral cycle lagi, untuk kita semakin mendekati kondisi ideal itu,'' kata Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan dalam  orasi ilmiah 15 tahun reformasi di acara MIPI Awards di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Anis, jika pada masa awal transisi, para elit pemegang kekuasaan masih bisa menjalankan hubungan yang sifatnya patron clientilistic, maka semakin panjang proses demokratisasi berjalan masyarakat pemilih semakin menyadari bahwa dirinya yang memegang kekuasaan untuk menentukan siapa yang ia inginkan untuk menjadi pemimpinnya yang dalam literatur biasa disebut economic voting.

Dalam kesempatan itu, Anis Baswedan mengungkapkan fenomena yang terjadi di masa transisi demokrasi ini, dimana seringkali muncul gambar Soeharto terutama di kota Yogjakarta dengan tulisan, “piye, enak jaman ku to (bagaimana, masih enak di jaman saya kan).”

Menurut Anis, munculnya fenomena gambar Soeharto dan berbagai pernyataan lebih baik di jaman Orba dibandingkan sekarang ini, bukanlah didasarkan fakta-fakta yang terjadi, tapi lebih kepada persepsi. ''Kapan pun, orang akan memiliki persepsi bahwa jaman sebelumnya lebih baik,'' terangnya.

Hal itu, kata Anis sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, terbukti ketika dilakukan penelitian terhadap sejumlah masyarakat membandingkan jaman Orde Baru dengan transisi demokrasi saat ini. Ketika, masyarakat yang diteliti disodorkan daftar benda-benda tertentu, mereka mengaku tidak memliki itu di masa Orde Baru dan baru memilikinya saat ini.

''Ketika ditanya apakah dulu punya ini, itu, mereka mengakui tidak memilikinya seperti sekarang ini,'' terangnya.

Sekalipun begitu, lanjut Anis, karena hiruk pikuknya persoalan politik, banyak masyarakat menyamaratakan pembangunan ekonomi dengan perkembangan politik yang terjadi. Padahal, tidak banyak negara yang mampu meningkatkan APBN-nya tiga kali lipat dari hanya sebesar Rp500 triliun menjadi Rp1.500 triliun hanya dalam kurun delapan tahun.

Dia juga mengungkapkan, Indonesia memiliki modal demokrasi yang kuat, sehingga ketika terbuka era reformasi tahun 1998, maka transisi demokrasi bisa berjalan smooth.

''Ini semua tidak terlepas dari pembelajaran politik yang dilakukan rezim Orba yang mengenalkan sistem Pemilu, walaupun  hasil sebenarnya sudah diketahui 6 bulan sebelum Pemilu dijalankan,'' terangnya.

Namun, lanjut dia,  mesti diakui terjadi sisi positif, karena Orba  mengajarkan rakyat mesti mengikuti Pemilu selama bertahun-tahun, dengan datang ke TPS.

''Karena itu, ketika benar-benar diberikan kesempatan dengan sistem multi partai, masyarakat pun tidak terlalu susah mengikuti  jalannya pesta demokrasi tersebut,'' terangnya.[ans]

Ganjar Pranowo Dilaporkan ke KPK, Apakah Prediksi Fahri Hamzah Terbukti?

Sebelumnya

Apple Kembali Alami Kenaikan Pendapatan, Kecuali di China Raya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa