post image
KOMENTAR
Dalam persidangan dugaan korupsi dana penyertaan modal di Perusahaan Daerah (PD), Pembangunan Kota Medan sebesar Rp 5,9 miliar tahun anggaran 2013 kembali digelar di Ruang Cakra I Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (25/8). Dalam persidangan dengan agenda saksi tersebut, hakim 'mengomeli' saksi karena memberikan keterangan berbelit. Hakim juga sempat melarang para saksi tersenyum-senyum di persidangan.

Saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut antara lain Irwan Ritonga, Dahnar Siregar, Qamar Fatah yang merupakan anggota Badan Pengawas Kota Medan dan Sintong Marpaung selaku staf di sekretariat Badan Pengawas. Namun, baru Irwan Ritonga saja yang memberikan kesaksian, sementara yang lainnya ditunda pekan depan.

Dalam kesaksiannya, Irwan berkali-kali menyebutkan kata 'artinya' ketika menjawab pertanyaan jaksa, penasehat hukum dan hakim. Menurut ketua majelis hakim, M. Noer, saksi seharusnya cukup menjawab langsung ya dan tidak, tanpa harus mendahuluinya dengan mengucapkan artinya. "Jangan pake artinya, langsung aja, bisa ato tidak dijawab, kalo tidak bisa jawab, bilang tidak bisa jawab," katanya.

Saat itu, penasehat hukum terdakwa mempertanyakan tentang anggaran sebesar Rp1,1 miliar yang tak bisa dipertanggungkawabkan dan uang sebesar Rp800 jutaan yang dikuasai Ichwan Husein Siregar. "Apakah bisa dana penyertaan modal digunakan untuk biaya operasional," kata seorang penasehat hukum terdakwa.

"Ada penyalahgunaan anggaran yang tak bisa dipertanggung jawabkan, awalnya dari, atas laporan direktur. Soal kenapa Rp800 jutaan yang ada pada pak Ichwan, saya lupa apa yang dikerjakannya, artinya begini pak,"

Belum selesai dia bicara langsung dipotong oleh hakim. "Jangan pake artinya-artinya, jawab aja langsung, kalo saudara tak bisa menjawab, jawab aja tidak bisa menjawab," katanya.

"Tidak bisa pak, artinya saya tidak bisa menjawab, maaf pak, saya capek," katanya.

Dalam keterangannya, Irwan menyebutkan bahwa PD Pembangunan Kota Medan belum pernah menyerahkan deviden/keuntungan ke Pemerintah Kota Medan. Berkaitan dengan dengan laporan, menurutnya ada laporan-laporan yang diserahkan setiap 3 bulan ada juga yang setiap akhir tahun.

Dia juga menjelaskan kepada Hakim Lebanus Sirait bahwa, dalam hal kasus ini, pembuat proposal adalah PD Pembangunan yang mana di dalamnya ditandatanggani Direktur Utama, Harmen Ginting dan walikota Medan saat itu, Rahudman Harahap,  yang mana perjanjian dilakukan sebelum adanya pencairan.

Namun, ketika ditanya siapa yang mengeluarkan uangnya dan kemana uang tersebut diberikan, Irwan mengaku kurang tahu. "Saya kurang tahu, tapi dari hasil rapat setelah adanya laporan penyalahgunaan anggaran, ada uang yang tak bisa dipertanggung jawabkan dan ada yang dipake Ichwan, ini ada masalah human error," katanya.

Seusai mendengarkan keterangannya, Ketua Majelis Hakim, M. Noer menunda sidang hingga sepekan ke depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang tidak jadi bersaksi.

Ketika sedang melihat tanggal persidangan pekan depan, M. Noer melarang 3 saksi lainnya yang didudukkan di kursi saksi. "Hei, kalian jangan tersenyum-senyum, lihat ke depan," katanya menegur saksi yang kemudian langsung terdiam.

Sebagaimana diketahui, empat terdakwa dalam kasus ini yakni Direktur Utama (Dirut) PD Pembangunan Harmen Ginting, Direktur Operasional (Dirops) Ichwan Husein Siregar, Direktur Keuangan Besri Nazir serta Bendahara Pengeluaran Risman Effendi Nasution

Dalam amar dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maya dihadapan Ketua Majelis Hakim M Nur, Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengucurkan dana penyertaan modal untuk PD Pembangunan sebesar Rp 5,9 miliar. Hingga Juni 2013, dana yang telah dicairkan terdakwa Ichwan Siregar yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rp 4,7 miliar.

Sesuai Keputusan Wali Kota Medan dan perjanjian penyertaan modal antara Pemko Medan dan PD Pembangunan, dana tersebut digunakan untuk pengembangan usaha-usaha yang dikelola PD Pembangunan, seperti Taman Marga Satwa Medan, Kolam Renang Deli, Gelanggang Remaja, rumah susun Amplas dan rumah susun Labuhan.

Namun, oleh ke empat terdakwa dana tersebut tidak digunakan sesuai peruntukkan. Terdakwa justru membuat pengadaan barang dan jasa fiktif senilai Rp 361 juta, untuk pengadaan mobiler kantor, kursi dan meja untuk gelanggang remaja dan perbaikan rumah susun Amplas yang tidak dibayarkan kepada rekanan, tapi digunakan terdakwa Besri untuk kepentingan pribadi.

Para terdakwa juga menggunakan dana penyertaan modal untuk kebutuhan operasional perusahaan sebesar Rp 1,26 miliar. Padahal, menurut jaksa, dana penyertaan modal tidak boleh digunakan untuk operasional perusahaan.

"Terdapat Rp1,26 miliar digunakan untuk kebutuhan operasional perusahaan tanpa sepengetahuan Badan Pengawas BUMD dan Wali Kota Medan. Sedangkan dana penyertaan modal tidak dapat digunakan selain yang telah ditetapkan, yakni untuk pembiayaan investasi perusahaan," ujarnya.

Kerugian negara tersebut bertambah besar karena terdakwa Harmen Ginting selaku Dirut sekaligus Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggara (KPA), tidak mengawasi penggunaan dana penyertaan modal tersebut dan tidak menguji pencairan dana, sehingga terdakwa Ichwan Siregar menguasai dana sebesar Rp 866 juta.

"Terdakwa Harmen Ginting telah dengan sengaja memperkaya orang lain karena tidak pernah menguji pencairan dana yang dilakukan," katanya.

Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian dan ke empat terdakwa diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1), pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[rgu]

Sudah Diberlakukan, Parkir Sembarangan Bakal Kena Tilang Elektronik di Medan

Sebelumnya

Perkosa Banyak Pria, Pelajar Indonesia Reynhard Sinaga Dihukum Seumur Hidup Di Inggris

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum