post image
KOMENTAR
Praktik mafia migas di laut ternyata sangat ganas. Tidak sedikit para mafia menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kepada penadah di tengah laut dengan harga non subsidi. Praktik ini tentunya sangat merugikan nelayan yang sering kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.

Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien mengungkapkan, mafia migas di sektor kelautan dan perikanan, belum tentu berasal dari nelayan. "Mereka membeli solar bersubsidi hak nelayan di darat, kemudian menjualnya kembali di laut dengan harga yang lebih mahal, mafia seperti ini ada, tapi belum terendus aparat," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dia menuturkan, penjualan BBM ilegal di laut itu melibatkan kapal-kapal milik asing. Karena itu, perlu ada pengawasan yang ketat terkait distribusi BBM bersubsidi ini. "Jika tidak, nelayan tetap tidak bisa menikmati subsidi tersebut secara maksimal akibat jatah solar bersubsidi telah habis oleh kegiatan transhipment," cetusnya.

Penjualan BBM bersubsidi secara ilegal ini memang menggiurkan. Menurut Yussuf, terdapat disparitas harga yang cukup besar, misalnya harga solar bersubsidi Rp 6.500 per liter, sementara solar nonsubsidi mencapai Rp 11 ribu per liter. Bahkan, jika solar dijual di tengah laut, harganya bisa melebihi dari harga normal.

Melihat kondisi ini, HNSI meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Pertamina untuk membuat solusi meminimalisasi praktik transshipment ini. Caranya, dengan mengeluarkan kartu pintar. Dengan adanya kartu itu maka kapal nelayan akan tertera dalam database.

Yussuf mencontohkan, dengan program kartu pintar, nama nahkoda, kebutuhan solar, penyerapan solarnya bisa terpantau. "Termasuk, akan diketahui kapan kapal tersebut menangkap ikan, di mana, juga transit dan berlabuh di mana saja. Kartu ini bisa juga sebagai alat untuk pengawasan terhadap nelayan," tambahnya.

Jika ada nelayan yang nakal, seperti menjual solar subsidi ke harga non subsidi, maka akan bisa diketahui dengan mudah.

Selain itu, dengan adanya kartu ini, pemerintah bisa mengetahui angka riil kebutuhan solar untuk nelayan. "Kami sudah tawarkan program ini supaya ada kartu pintar," usulnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, membantah adanya mafia di sektor kelautan dan perikanan. Sharif memang mengakui adanya praktik pencurian ikan oleh kapal-kapal asing. Dalam setahun, aparat berhasil mengamankan 100-150 kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia tanpa izin. "Tapi, kalau mafia perikanan atau apalah namanya, saya belum mengetahuinya," tandasnya. [rmol]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi