post image
KOMENTAR
UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagai pengganti UU 8 tahun 1971 adalah awal dari semua bencana dan kerusakan serta mal praktik tata kelola migas di Indonesia. Kemudian melalui Judikal Review ke MK oleh sejumlah koalisi masyarakat sipil bersama ketua umum PP Muhamadyah Prof. Dien Syamsuddin, MK kemudian mengabulkan untuk sebahagian permohonan dengan mengeluarkan putusan No 36/PUU-X/2012 untuk membubarkan BP Migas dibawah pimpinan Raden Priyono(RP), juga mengembalikan harga minyak dunia ditetapkan oleh negara dimana sebelumnya penetapannya mengikuti mekanisme pasar. Demikian disampaikan Koordinator Indonesia Energi Watch (IEW) M. Adnan Rarasina melalui rilis elektroniknya, Senin (8/6/2015).

Yang menjadi soal menurutnya, rezim SBY mengeluarkan perpres dengan mengkloning kembali BP Migas dalam bentuk yang berbeda dengan fungsi yang sama yaitu SKK Migas dibawah komando Prof. RUdi Rubiandini (RR).

"Sebelas duabelas dengan BP Migas, SKK Migas ternyata sama liberalnya dalam menjalankan fungsinya. Bahkan menjadi rantai birokrasi baru yang lebih korup. Jika dizaman RP gaya hidup jetset jadi trendmark serta korupsinya dilakukan dibawah meja, maka di zaman RR korupsi bahkan dengan meja-mejanya diangkut sekalian dan melibatkan berbagai stakeholder seperti kemen ESDM, Komisi Energi DPR serta korporat bidang migas," katanya.

Ditambahkannya, sebut saja mata rantai korupsi ini antara lain pada Kasus TPPI, Kasus suap RR dari perusahaan Singapura, Pemerasan oleh Jero Wacik, Wiyono Karno dan terakhir THR Komisi VII DPR yang melibatkan Sutan Batoegana menyusul Zainudin Amali cs.

Untuk itu jika Jokowi benar-benar ingin mereformasi sektor migas maka  tidak cukup hanya dengan membubarkan Petral dan terus menerus mengobok obok Pertamina serta mengkambinghitamkan pemerintahan sebelumnya melalui tim Faisal Basri dkk.

SKK Migas ini juga wajib a’in untuk di bubarkan karena selain melanggar UU yang sudah dibatalkan MK,  juga sudah menjadi pusat lingkaran korupsi baru. Soal kewenangan SKK Migas bisa dikembalikan lagi ke Pertamina sebagai perusahaan energi milik negara agar menjadi kuat menyusul perusahaan energi dunia lainya yang sudah maju seperti Petronas yang dulunya berguru pada Pertamina.

"Negara wajib memberikan perlindungan, proteksi dan ruang yang cukup kepada BUMN migas ini untuk menjalankan aksi korporatnya tanpa diintervensi oleh politik kekuasaan," demikian Adnan.[rgu]

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini