post image
KOMENTAR
SESUNGGUHNYA tidak ada yang baru di dunia ini semenjak alam semesta telah sempurna diciptakan, atau mungkin bisa juga disebut terciptakan. Kira-kira serupa dengan siklus yang ada di kebun si paman.

 Pohon-pohon di kebun itu menghasilkan berbagai dedaunan dan buah-buahan, semua berawal dari tanah jatuh ke tanah dan kemudian kembali tumbuh lagi dari tanah.

Perilaku manusia pun juga tidak ada yang baru, pencapaian paling maksimal yang dapat dilakukan manusia hanya sampai pada tahap pengembangan. Asap yang menggaris langit, diakibatkan terbangnya roket sampai menembus atmosfer. Apakah itu juga bentuk pengembangan sejak zaman prasejarah, zaman tanpa peradaban?
 
Semuanya, semua materi yang berhasil diciptakan manusia bukanlah sesuatu yang baru. Roket tadi adalah pengembangan dari pesawat bermesin besar dan canggih.

Pesawat bermesin besar itu adalah pengembangan dari pesawat bermesin kecil. Pesawat bermesin kecil adalah pengembangan dari pesawat tanpa mesin dan yang terkahir pesawat tanpa mesin adalah pengembangan dari cara terbang burung. Sama sekali tidak ada yang baru.

Kita tinggalkan segelintir ilustrasi tadi. Mari kita beranjak pada realita terkini.

Belakangan, sesuatu yang sangat tidak baru kembali menjadi heboh,  ketertarikan secara seksual terhadap sesama jenis atau sering disebut sebagai LGBT. Dari zaman pra sejarah, ketertarikan secara seksual terhadap sesama jenis sudah ada dan tidak sedikit jumlahnya. Apakah ini sebuah pengembangan?

Bukan, walaupun juga bukan hal yang baru. Ketertarikan yang menyimpang itu bukan merupakan pengembangan dari masa ke masa. Sesuatu yang menyimpang sesungguhnya tidak dapat dikembangkan di atas kehidupan yang sesuai dengan kodrat. Ketertarikan seksual terhadap sesama jenis tersebut tetap ada di bumi ini, dengan bentuk dan sifat yang sama, berjalan di bawah kepadatan aktivitas normal yang ada.

Lalu mengapa, pada 2016 ini, terkhusus untuk Indonesia, LGBT seakan mengalami sebuah pengembangan? Mengapa seperti tampak lebih besar, terorganisir, dan canggih?
Jawabannya sederhana, ada pihak yang bermaksud untuk mengembangkan pengalihan isu. Pihak tersebut justru dalam pola hidup yang normal, tapi tidak ada kebaikan padanya. Pihak tersebut melihat ada celah untuk memanfaatkan wacana penyimpangan pelaku LGBT. Jika LGBT ini sangat ditolak di atas permukaan kehidupan normal, maka akan terjadi pemusatan perhatian yang besar ketika diberikan sentuhan untuk menguatkan wacananya.

Siapapun identitas asli pihak tersebut, mereka telah berhasil menjalankan strateginya. Masyarakat telah berhasil dipaksa untuk memahami bahwa masalah mereka hanya tentang LGBT. Masyarakat lupa bahwa ada banyak masalah di Indonesia ini, mulai dari krisis ekonomi, krisis pangan, hingga krisis moril.

Ada lagi hal yang jauh lebih berbahaya, masyarakat lupa akan efek samping yang dapat timbul saat mereka selalu membicarakan LGBT.

Untuk krisis ekonomi, krisis pangan, hingga krisis moril tak perlu kita bahas panjang lebar di sini, sebab dengan membaca keadaan di sekeliling, dapat dengan mudah untuk mengetahui dan memahaminya. Berbeda dengan efek samping tadi, itu akan timbul di kemudian hari, tidak dapat kita baca kondisinya pada saat ini. Maka itu wajib menjadi pembahasan penting untuk kita bersama.

Setidaknya ada dua kemungkinan atas efek samping yang dapat kita analisis hari ini.

Pertama, ketika semua lapisan masyarakat yang berjalan di atas kehidupan normal terus-menerus tanpa henti membicarakan LGBT, maka bertambah dan semakin kuatlah pengakuan atas eksistensi pelaku-pelaku LGBT tersebut.

 Masih dapat disyukuri kalau hanya sebatas itu. Keadaan akan sangat kacau dan tak lagi dapat disyukuri ketika para pelaku LGBT termotivasi oleh semakin kuatnya pengakuan atas eksistensi mereka. Dengan begitu, para pelaku LGBT tidak akan pernah malu lagi untuk hidup di antara tatanan masyarakat yang berjalan dalam normalitas kehidupan. Bayangkan jika anak-anak kita kelak secara bebas bisa melihat perilaku penyimpangan para pelaku LGBT ini secara bebas, maka sifat kekanank-kanakan akan mengeluarkan rasa penasaran untuk segera mencobanya.
 
Kedua, masyarakat hanya akan mengakui satu masalah penyimpangan seksual yaitu LGBT tadi dan memaklumi penyimpangan seksual lainnya. Dengan melekatnya wacana penolakan LGBT tersebut, akan terekam erat di setiap alam bawah sadar masyarakat bahwa yang terpenting adalah terhindar dari LGBT. Jika sudah begitu, maka kita akan segera melihat pemakluman atas seks bebas (bukan sesama jenis), aktivitas prostitusi dan kelunturan norma-norma moril lainnya.

Mulai dari agama, negara, hingga kearifan lokal sejak dahulu sudah menentang dan menolak penyimpangan seksual yang dilakukan para pelaku LGBT. Ini bukan sesuatu yang baru, biarkan ia terkubur di bawah permukaan.

 Cukup tanamkan dengan kuat dan berikan pemahaman radikal atas nilai beragama,  bernegara dan berkearifan lokal kepada anak-anak bangsa. Dengan cara tersebut, secara rasional mereka dapat mendeteksi hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan hancurnya peradaban.

Ribuan kata yang terhampar di udara dan tersebar di berbagai media dalam mengekspresikan penolakan terhadap LGBT hanya akan menjadi aksi yang sekedar menyelesaikan masalah tanpa solusi.

Cukupkan, sudahi, hentikan semua kegilaan ini!

#NikmatnyaSeranganFajar
 

Jutaan Umat Islam Indonesia Telah Bersatu Dalam Gerakan Masif, Tak Pernah Disangka

Sebelumnya

Ketergilasan Gerakan Masif Jutaan Umat Islam Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Serangan Fajar