post image
KOMENTAR
Polemik pembatalan 3.143 peraturan daerah yang dianggap bermasalah oleh Kementerian Dalam Negeri terus bergulir, terutama pembatalan perda yang dianggap bernuansa intoleran.

Untuk itu, DPD RI meminta Kemendagri memublikasikan perda-perda yang dibatalkan beserta alasannya, agar pembatalan bisa jadi wacana yang konstruktif dan tidak liar.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengungkapkan, saat ini di masyarakat, isu soal pembatalan Perda sedang hangat dibicarakan terutama pembatalan perda yang dianggap intoleran. Untuk itu, dia meminta Kemendagri mempublikasikan daftar Perda yang dibatalkan beserta alasannya secara jelas dan rinci.

"Harusnya, tak lama setelah diumumkan Presiden, Kemendagri lewat website-nya memublikasikan daftar perda yang dibatalkan beserta penjelasan kenapa dibatalkan. Peraturan lebih tinggi yang mana yang dilanggar perda tersebut, sehingga jelas," ujarnya di Jakarta (Kamis, 16/6).

Menurut Fahira, dirinya mendukung kebijakan pemerintah mengevaluasi dan membatalkan perda bermasalah karena menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi serta menghambat proses perizinan dan investasi, kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Faktanya, banyak perda bermasalah terutama terkait proses perizinan dan penarikan retribusi yang memberatkan masyarakat dan idealnya memang Pemerintah Pusat harus mengevaluasi. Tetapi jika pembatalan itu kepada perda yang dianggap intoleran apalagi perda pelarangan total miras, Pemerintah harus punya alasan kuat baik secara filosofis, yuridis, dan sosiologis termasuk kearifan lokal daerah tersebut, dan alasan ini yang belum dijelaskan oleh Kemendagri secara rinci.

"Saya masih yakin tidak ada perda yang melarang total miras yang dibatalkan. Karena memang perda miras ini tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Saya sangat berharap, perda pelarangan total miras tidak ada di dalam daftar 3.143 perda yang dibatalkan," jelas Fahira.

Saat ini, aturan pemerintah pusat soal miras adalah Perpres Nomor 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Ada poin khusus dalam perpres, di mana kepala daerah diberikan wewenang mengatur peredaran miras dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal. Artinya daerah tidak hanya punya wewenang membuat perda yang mengatur miras, tetapi juga diberi ruang untuk membuat perda pelarangan total miras sesuai kearifan lokalnya. Kedua, Permendag Nomor 6/2015 yang melarang total semua minimarket di Indonesia menjual segala jenis minol.

"Itulah kenapa Papua membuat Perda Anti Miras yang mengharamkan segala aktivitas dan semua jenis miras di daerahnya. Karena memang sesuai dengan karekterisik masyarakatnya yang religius dan perpres juga membolehkan," tegas Fahira yang juga ketua umum Gerakan Nasional Anti Miras ini. [hta/rmol]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas