post image
Indosat IM2
KOMENTAR
Biasanya tersangka perkara korupsi adalah orang, bukan perusahaan. Tapi, Kejaksaan Agung menetapkan dua korporasi sebagai tersangka baru kasus korupsi penyelenggara jaringan layanan 3G, yakni PT Indosat dan anak perusahaannya, PT Indosat Mega Media (IM2).
Kejaksaan Agung menjerat dua perusahaan itu sebagai tersangka perkara korupsi pengali­han frekuensi 2,1 GHz/3G dari PT Indosat ke PT IM2. “PT In­do­sat dan PT IM2 sebagai kor­po­rasi sudah ditetapkan sebagai ter­sangka sejak 3 Januari 2013,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman pada Jumat lalu (4/1).

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, kor­po­rasi da­pat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Bab 1 Pasal 1 Un­d­ang Undang Nomor 40 Ta­hun 2007 tentang Pers­e­roan Ter­batas. “Intinya, me­nga­tur tentang per­tang­­gungjawaban korporasi,” katanya.
Landasan lainnya adalah Bab 2 Pasal 2, Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Berdasarkan Pasal 2, perorangan atau korporasi bisa dimintai pertanggungjawaban pi­dana untuk menyelamatkan kerugian keuangan negara,” ucapnya.

Nah, lanjut Untung, dua perusahaan itu dijerat sebagai ter­sang­ka berdasarkan pasal-pasal dalam dua undang undang tersebut. “Dengan ditetapkannya kor­porasi sebagai tersangka, upaya penye­la­matan kerugian keuangan nega­ra akan lebih efektif,” ujar bekas Asisten Khusus Jaksa Agung ini.
Penetapan PT Indosat dan PT IM2 sebagai tersangka, menurut Untung, akan merembet pada pe­ngusutan terhadap direksi dua pe­rusahaan tersebut. “Direksi ber­tanggung jawab penuh, sesuai Un­dang Undang Perseroaan Ter­ba­tas pada Angka 1 Pasal 5,” tandasnya.

Yang sudah jelas, menurut Untung, tim penyidik telah menetapkan bahwa PT Indosat dan PT IM2 harus dimintai per­tang­gung­jawaban pidana guna m­e­ngem­ba­li­kan kerugian keuangan negara. Penetapan itu, katanya, tentu ber­dasarkan hasil perkembangan pro­ses penyidikan.  

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto dan bekas Direktur PT Indosat Johny Swandi Sjam sebagai ter­sangka. Penyidik telah me­nya­ta­kan berkas perkara atas nama Indar Atmanto lengkap (P21), dan sudah dilakukan penyerahan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Ja­karta Selatan untuk selanjutnya dibawa ke Pengadilan Tipikor. Pe­nyerahan tahap dua itu dil­a­ku­kan pada 27 Desember 2012.

Menurut Direktur Penyidikan Ke­jagung Adi Toegarisman, seperti dua tersangka itu, berdasarkan pengembangan penyidikan, pada dua koorporasi tersebut pun ditemukan bukti tindak pidana. “Masih kami sidik,” ujarnya. Ka­sus ini disidik tim beranggotakan 14 jaksa yang diketuai Fadil.

Kasus ini berawal pada 24 No­vember 2006, dimana Indosat dan IM2 diduga menyalahgunakan jar­ingan bergerak seluler pita fre­kuensi radio 2,1 Ghz/3G. Ca­ra­nya, dengan menjual internet broad­band jaringan bergerak se­luler frekuensi 2,1 Ghz/3G milik In­dosat, tapi diklaim sebagai pro­duk IM2, sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama dan tertulis pada kemasan internet IM2 3G broadband. Kemudian, data pelanggan penggunaan jar­i­ngan 3G dipisahkan dari data pe­langgan Indosat.

Penandatanganan perjanjian antara Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dengan Wakil Direktur Utama Indosat Kaizad Bonnie Heerjee terjadi pada 2006. Per­jan­jian itu untuk melakukan pe­nyelenggaraan jaringan internet 3G secara bersama dengan IM2. Maka, sejak 2006 hingga 2011, IM2 menggunakan jaringan 3G yang dimiliki Indosat.

Kejagung menyangka, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Soalnya, yang mengantongi izin jaringan itu dari negara adalah Indosat, bukan IM2. Sehingga, menurut Kejagung, kasus ini menimbulkan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Angka itu didapat Kejagung dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Reka Ulang

Menkominfo Nilai Kerja Sama Indosat Dan IM2 Sesuai Aturan
Gara-gara kasus ini, Menteri Ko­munikasi dan Informatika Ti­fatul Sembiring melayangkan su­rat ke Kejaksaan Agung. Inti surat itu menegaskan, tidak ada yang sa­lah dalam kerja sama internet 3G antara PT Indosat dan PT IM2.

Surat tersebut ditembuskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boe­diono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Kepala Badan Pe­ngawas Keuangan dan Pe­m­ba­ngu­nan (BPKP) Mardiasmo dan Kepala Badan Koordinasi Pena­na­man Modal (BKPM) Chatib Basri.
Menurut Kepala Pusat In­for­masi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto, surat Me­n­ko­minfo itu bisa menjadi pertim­ba­ngan kuat bagi Kejagung da­lam menangani kasus ini. Dalam surat tersebut dijelaskan, ker­ja­sama Indosat dan IM2 itu sudah ses­uai aturan perundang-unda­ngan. “Kerja sama seperti ini bu­kan hanya di Indosat, tapi seluruh perusahaan operator melakukan hal yang sama,” ujarnya.

Pemilik Ikut Tanggung Jawab

Pengajar Ilmu Hukum Uni­versitas Parahyangan Agustinus Pohan menyampaikan, upaya Kejaksaan Agung melakukan pe­nyidikan dalam kasus Indo­sat/IM2 ini, menarik untuk dicermati.

Dia menilai, penetapan koor­porasi sebagai tersangka demi mengembalikan kerugian ke­uangan negara, merupakan langkah yang positif. “Saya kira itu merupakan kemajuan. Da­lam Undang Undang Tindak Pi­dana Korupsi, dimungkinkan un­tuk menjerat korporasi. Lang­kah ini berguna agar pemi­lik ikut menanggung akibat dari perbuatan pengurus atau di­reksi,” ujarnya.

Menurut Agus, korupsi tak melulu dilakukan personal atau pribadi, namun bisa juga karena posisi koorporasi. Sehingga, pe­ne­tapan PT Indosat dan anak perusahaannya, PT IM2 sebagai tersangka akan membawa efek jera bagi para pemilik koor­po­rasi. “Dengan demikian dapat di­harapkan, RUPS lebih hati-hati memilih pengurus dan ko­misaris,” katanya.

Seingat Agus, dalam sejarah penanganan kasus korupsi di Indonesia, belum pernah di­la­kukan pengusutan terhadap koorporasi. Sehingga, me­nu­rut­nya, upaya ini adalah langkah maju. “Selama ini, dicoba pun ti­dak. Kesempatan ini baik un­tuk meningkatkan keterampilan jaksa menuntut korporasi. Ini juga penting untuk pembagian tanggung jawab antara pelaku atau pengurus dengan kor­po­rasi,” ujarnya.

Sikap pesimis untuk me­m­bongkar dugaan korupsi koor­po­rasi, menurut Agustinus, mes­ti dihindarkan. Justru, pe­nyi­dik dan aparat penegak hu­kum lainnya dituntut untuk bisa membongkar korupsi korporasi.
“Saya kira tak ada alasan untuk pesimis. Harus dicoba. Jika tidak, kapan kita mau me­mulai,” katanya.

Dia berharap, penuntutan ter­ha­dap korporasi bukan hanya dalam kasus korupsi, tapi juga da­lam tindak pidana pen­ce­ma­ran lingkungan hidup, dimana korporasi yang paling me­nik­mati hasil kejahatan itu. “Dalam hal seperti itu, sangat tidak adil bila tanggung jawab pidana ha­nya dibebankan terhadap pe­ngurus,” tandasnya.

Wajib Membayar Kerugian Negara Jika Terbukti
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah menyam­pai­kan, perlahan langkah pe­nyi­di­kan ini patut diapresiasi.

“Menurut saya, kita patut memberikan apresiasi kepada Ke­jagung yang telah  me­ne­tap­kan PT Indosat dan anak pe­ru­sahaannya, PT IM2 sebagai ter­sangka perkara dugaan korupsi penyelenggaraan jaringan 3G,” kata Basarah.
Sebagai subjek hukum, lan­jut­nya, PT Indosat dan PT IM2 bisa ditetapkan sebagai ter­sang­ka. Sehingga, jika korporasi itu terbukti bersalah, maka wajib mengembalikan kerugian ne­ga­ra dalam kasus ini. Menurut Ke­jagung, angka kerugian negara da­lam kasus ini versi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 1,3 triliun.

“Sedangkan bagi para direksi atau pejabat lain yang terbukti melakukan tindak pidana ko­rupsi, dapat dikenakan sanksi pidana,” ucapnya.
Dia berharap, upaya Kejak­sa­an Agung tidak berhenti sam­pai di sini saja. Sehingga, ko­r­po­rasi lain yang juga diduga me­lakukan tindak pidana, wajib diproses hukum seperti PT Indo­sat dan PT IM2. Jika tidak, maka Kejagung bisa dicap pilih kasih.

“Penetapan status tersangka terhadap perusahaan teleko­mu­ni­kasi seperti Indosat ini, bisa men­jadi pintu masuk bagi apa­rat penegak hukum untuk me­ngu­sut dugaan kejahatan kor­porasi perusahaan-perusahaan telekomunikasi lain,” katanya.

Basarah menyebut, ada du­ga­an tindak pidana lain yang mirip dan harus diusut Kejaksaan Agung sampai tuntas. “Ke­ja­ha­tan korporasi lain yang saya mak­sudkan adalah kasus pen­curian pulsa konsumen dan lainnya,” ujar anggota DPR dari PDIP ini. [Harian Rakyat Merdeka/rob]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi