post image
KOMENTAR
Berdasarkan hasil kunjungan Komisi A DPRD Medan ke Kantor PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Bandung beberapa hari lalu, dipastikan lahan yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur yang di atasnya terdapat bangunan Medan Center Point (MCP) dan bangunan lainnya adalah aset negara, milik PT KAI. Dari kunjungan tersebut juga ditemukan kepemilikan PT Arga Citra Kharisma selaku pengembang di lahan tersebut diragukan.

Ketua Komisi A DPRD Medan, Ratna Sitepu menegaskan, secara keseluruhan luas lahan yang termasuk aset PT KAI adalah 70.316 m2. Selanjutnya pada 1982 sebagian dari luas lahan tersebut atau seluas 34.776 m2 di ruislag ke Pemko Medan dan melibatkan pihak swasta berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan dengan surat Nomor S-1378.MK.011/1981 dan surat Menteri Perhubungan Nomor A.106/pl.101/MPHB tanggal 6 Februari 1982. Kepemilikan lahan tersebut milik PT Kereta Api Indonesia tercatat dalam Groondkaart Nomor 2476/0122345. Tanah berstatus dalam groondkaart tersebut berstatus recht van eigendom atas nama Het Gouvernement Van Nederlands Indie telah diperuntukan bagi PT Kereta Api Indonesia (persero) sebagaimana diuraikan dalam lampiran neraca pembukuan posisi per 31 Mei 1999 pada saat peralihan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Hal ini tertuang dalam berkas status kepemilikan lahan tersebut yang diberikan kepada kami saat pertemuan kala itu,” tegas Ratna, Senin (15/12/2014).

Ratna mengungkapkan, dari pertemuan tersebut juga terungkap proses hukum yang sedang berjalan saat ini atau sedang ditangani Kejaksaan Agung adalah lahan dan telah menetapkan tiga orang tersangka yakni, Mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap dan Abdillah serta Handoko selaku pihak dari PT Arga Citra Kharisma adalah lahan yang diruislag dengan dugaan menyalahi kewenangan serta penyerebotoan lahan. Lahan tersebut telah berdiri diatasnya Rumah Sakit Murni Teguh, Hotel, dan lainnya. Sedangkan lahan sisanya masih berstatus milik PT Kereta Api.

"Lahan sisanya itu adalah lahan yang diatasnya Gedung Medan Center Point dan bangunan lainnya. Itu Masih PT KAI sampai sekarang. Makanya PT ACK tidak punya sertifikatnya," jelas politisi Hanura ini.

Ratna menambahkan, dasar atau pengakuan PT ACK lahan tersebut didapat mereka setelah membayar kepada masyarakat yang bermukim di sana sebesar Rp55 miliar secara keseluruhan dinilai tidak beralasan. Sebab, bukti pembayaran hanya sebuah kwintansi. Jual beli tidak ada melibatkan pejabat setempat seperti Lurah dan Camat. Transaksi juga tidak dilakukan di hadapan notaris. Tentunya ini menjadi kecurigaan besar. Sebab, transaksi dengan jumlah besar dilakukan cukup standar.

Untuk itulah dia menduga Pemko Medan dengan PT ACK telah melakukan perselingkuhan dengan melakukan judicial review mengubah Perwal terkait syarat pengurusan IMB ke Mahkamah Agung. Anehnya lagi MA mengubah dasar itu hanya berdasarkan kwintasi saja tanpa ada alas hak yang jelas. Pemko Medan pun melakukan perubahan tersebut untuk meluluskan perubahan peruntukan.

"Kami sudah sampaikan ke PT ACK perubahan peruntukan lahan itu ditunda sampai persoalan hukum selesai dan mereka memiliki sertifikat. Jangan diharapkan sekarang mendesak. Kami tidak mau bola panas ada di kami. Jangan sampai persoalan hukum merebet. Tidak masalah menunggu dan sabar," pungkasnya.

Dalam kesempatan itu dirinya juga menuturkan, dari 100 persen perkara penyerobotan lahan yang merupakan aset negara, sebanyak 70 persen terjadi di Kota Medan. Beberapa contoh kasus lahan milik PT KAI di Jalan Jawa dan juga di Belawan milik Pelindo. Bahkan, KPK bersama Kementrian BUMN akan turun ke lokasi melihat itu.[rgu]

Sandy Irawan: Miliki Lokasi Strategis, Pemko Binjai Mestinya Prioritaskan Kawasan Ekonomi

Sebelumnya

Pemprov Sumut Segera Bagikan Rp. 260 Miliar Bantu Warga Terdampak Covid 19

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Pemerintahan