post image
KOMENTAR
Setelah membuat gaduh kasus Pelindo II, Si Rajawali Ngepret ini kembali menebar jurus baru. Kali ini yang kena kepret Menko Rizal adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Sudirman Said dan peru­sahaan tambang terbesar di Papua, PT Freeport Indone­sia.

Bekas Menko Perekonomian ini menuding Menteri Sudirman keblinger lantaran mempercepat proses perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Padahal, menurut dia, berdasar­kan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2014, perpanjangan kontrak kegiatan usaha pertam­bangan mineral dan batubara bisa diajukan dua tahun sebelum masa kontraknya berakhir.

Sementara terkait perpanjangankontrak PT Freeport baru akan berakhir pada tahun 2021. Itu artinya baru tahun 2019 boleh mengajukan perpanjangan kon­trak. Alhasil, Menteri Rizal curiga sikap Menteri Sudirman yang terburu-buru memperpan­jang kontrak Freeport sebagai tindakan yang tidak terkoordi­nasi. "Tidak direkomendasikan. Itu jalan sendiri," jawab Rizal Ramli kepada Rakyat Merdeka.

Namun Rizal hanya diam dan tidak berkomentar ketika ditanya­kan bahwa surat yang diterbitkan Menteri ESDM itu sudah melalui arahan Presiden Jokowi.

Memang, sebelumnya Menteri ESDM telah membantah bahwa surat yang dikirimkan kepada pe­rusahaan tambang asal Amerika Serikat itu berisikan kata-kata perpanjangan kontrak. Ia berkelit dengan kata "kepastian investa­si". Tapi dengan diberikan kepas­tian tersebut, Freeport berpotensi dapat melanjutkan pertambangan di Papua hingga tahun 2041, se­suai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

"Kami sangat senang dengan jaminan kepastian hukum dan fiskal dari Pemerintah Indonesia. Kami berharap (putusan ini dapat) melanjutkan kemitraan dan rencana investasi jangka panjang," ujar Chairman of the Board Freeport- McMoRan Inc, James R. Moffett seperti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (10/10).

Menteri Rizal mengaku sangat kecewa dengan mental menter­inya yang terlalu ngotot membela Freeport ketimbang mendahulu­kan kepentingan negara. Berikut ini wawancara Rizal Ramli den­gan Rakyat Merdeka;

Kenapa anda ngotot meminta royalty PT Freeport naik lagi? Bukankah tahun lalu baru saja dinaikkan?
Karena yang disepakati Freeport akhir-akhir itu baru hanya 3,5 persen.

Apa itu belum cukup?
Kami menganggap Freeport harus membayar yang fairlah.

Tapi kalau royaltynya ter­lalu besar, perusahaan bisa angkat kaki dari Indonesia?
Kan dari masa lalu (PT Freeport) nggak fair. Masak hanya satu persen dari tahun 1967 sampai tahun 2014.

Apa royalty di angka 7 persentidak terlalu member­atkan perusahaan?
Wajarlah 6-7 persen itu.

Apalagi yang tidak anda senangi dengan PT Freeport?
Yang kedua adalah soal lim­bah. Diproses dong, jangan dibuang begitu saja ke sungai.

Selain itu?
Yang ketiga Freeport itu menggunakan berbagai alasan, sehingga divestasi tidak terjadi.

Dasarnya?
Berdasarkan Undang-undang yang lama maupun undang-undang yang baru, mereka harus menjual sahamnya secara berta­hap diserahkan kepada pemerin­tah Indonesia.

Apa anda sudah menyam­paikan sikap tersebut secara resmi kepada Freeport?
Ya mereka bisa baca di me­dialah.

Kenapa Anda tidak me­nyampaikan secara langsung saja kepada Freeport?
Tunggu aja. Pihak Freeport memang mau ketemu kami, tapi kami belum mau ketemu.

Terkait surat dari Menteri ESDM yang memuluskan kepastian investasi hingga tahun 2041, apa sudah berk­oordinasi dengan anda?
Tidak direkomendasikan. Itu jalan sendiri.

Apa bisa dicabut kembali surat itu?

Itukan melanggar peraturan pemerintah.

Tapi katanya, Peraturan Pemerintah itu direvisi?
Tidak ada revisinya. Karena revisinya harus diajukan dulu ke kantor Menko.[rgu/rmol]  

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi