post image
KOMENTAR
Komisi VII DPR-RI yang membidangi Energi dan Lingkungan Hidup menegaskan tidak ada kenaikan harga solar hingga akhir 2016 walau angka subsidi tetap dari pemerintah diturunkan.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu untuk mempertegas hasil rapat yang dilakukan Komisi VII dengan Kementerian ESDM sebelumnya. Gus menjelaskan memang ada pengajuan penurunan subsidi solar dari Rp1.000 per liter menjadi Rp350 per liter yang disampaikan Kementerian ESDM.

"Jadi kalau selama ini pemerintah mensubsidi solar Rp1.000 per liter mau dikurangi jadi tinggal Rp350. Tapi kemudian Komisi VII tidak sepakat dan akhirnya dicari kesepahaman subsidi yang harus tetap ditanggung pemerintah Rp500 per liter," katanya..

Menurut Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPR-RI itu, angka yang Rp500 per liter ini adalah subsidi tetap melekat sebagai tanggungan pemerintah. Karena angka itu dari pemerintah tidak sampai mempengaruhi ke harga jual.

Gus mengatakan penurunan tidak berpengaruh ke harga jual karena kalau pun ada fluktuasi di pasar internasional akan ditanggung Pertamina.

"Sebenarnya kan selama ini Pertamina sudah untung menjual solar ke pasar dengan murahnya harga di pasar internasional. Jadi katakanlah nanti beberapa bulan ke depan harga minyak di pasar internasional naik, maka keuntungan yang selama ini mereka dapatkan dikonversikan menjadi subsidi atau talangan harga dalam negeri," ujarnya.

Harga solar per April 2016 menjadi Rp5.150 per liter, kalaupun kemudian harga di pasar internasional naik misalnya dari rata-rata 30 dolar AS per barel menjadi 40 dolar AS per barel, Pertamina tidak boleh menaikkan harga jual ke konsumen, tuturnya.

"Jadi jangan berfikir begitu pemerintah mengurangi subsidi solar ada kenaikan harga. Tidak begitu. Intinya kita sepakat ada penurunan subsidi dari pemerintah dengan syarat harga solar tidak naik di pasaran," sebutnya.

Soal pemotongan subsidi ini hanya urusan antara pemerintah dengan Pertamina tidak sampai menaikkan harga jual, tegasnya. Ketua DPD Gerindra Sumut ini menambahkan persepsi yang muncul ketika subsidi dikurangi harga akan naik.

"Kita di Komisi VII tidak setuju kalau harga bahan bakar naik," jelasnya.

Menurut Gus Irawan, selama ini sebenarnya harga jual solar bersubsidi pun sudah lebih mahal daripada solar industri. Gus mengatakan harga solar industri yang dijual saat ini lebih murah rata-rata Rp1.000 daripada solar subsidi.

"Sudah kita pertanyakan ini ke Pertamina. Jawabannya harga solar bersubsidi lebih mahal karena kandungannya 20 persen menggunakan bio diesel. Atau ada campuran 20 persen CPO (crude palm oil) pada solar bersubsidi. Maka itu kemudian harganya menjadi lebih mahal," jelasnya.

Gus menyatakan pasti masyarakat juga heran jika tahu harga solar industri lebih mahal daripada solar bersubsidi. Dia menjelaskan jika misalnya sekarang harga rata-rata Mid Oil Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar menyentuh 40 dolar AS per barel itu artinya jika dirupiah dan diliterkan  harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500 per liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).

Lalu, kata Gus, jika dihitung ongkos kirim katakanlah 3 dolar AS per barel (Rp300 per liter) dan PPN 10 persen (Rp380 per liter) ditambah PBBKB 5 persen (Rp190 per liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi kan Rp5.150 per liter.

"Kelihatan sebenarnya selisih harga yang terjadi. Jelas dengan rendahnya harga rata-rata di pasar internasional sudah sangat menguntungkan Pertamina. Kalau nanti harga di pasar internasional naik, kita minta keuntungan yang selama ini diperoleh Pertamina menjadi kompensasi untuk menjaga agar harga jual di dalam negeri tidak naik," tutur Gus Irawan.

Dia menyarankan agar masyarakat tidak resah dengan pengurangan nilai subsidi dari pemerintah itu.

"Sebab sudah ada jaminan dari pemerintah harga tidak akan naik. Memang kan evaluasi harga di pasar tetap dilakukan sekali tiga bulan. Tapi pemerintah sudah berkomitmen harga tidak mengalami kenaikan hingga akhir 2016 ini," jelasnya.[rgu]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi