post image
KOMENTAR
Kasus penyanderaan di perairan negara tetangga yang menimpa warga negara Indonesia mengindikasikan bahwa para pelaku memiliki target prioritas dalam memilih korban.

Dalam kasus penyanderaan terakhir pada Sabtu lalu (9/7), dari tujuh kru kapal nelayan berbendera Malaysia, hanya tiga ABK berkewarganegaraan Indonesia yang disandera kelompok yang sudah dipastikan bagian dari separatis Abu Sayyaf itu.

Pengamat terorisme, Al Chaidar, mengatakan, kejadian terakhir itu menandakan selama ini WNI yang berkali-kali jadi korban penyanderaan telah ditebus dengan sejumlah uang.

Tak heran jika para penyandera "menyortir" sanderanya khusus warga negara Indonesia, setelah mengecek paspor mereka.

"Mereka (penyandera) jadi kebiasaan biar dapat uang," ujar Al Chaidar, Selasa (12/7).

Penyanderaan itu terjadi Sabtu malam ketika Kapal Pukat Tunda dibajak lima orang bersenjata api jenis M 16, M 14, dan M4 Carbine Launcher. Saat itu mereka sedang menangkap ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia.

Dari tujuh ABK tersebut, tiga WNI, Emanuel, Lorens Koten dan Teodorus Kopong diculik. Sementara empat lainnya dibebaskan karena tidak memiliki dokumen identitas atau paspor.

Saat ini, TNI masih melacak  posisi ketiga WNI tersebut dan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah Malaysia dan Filipina. Bahkan, TNI juga telah siap untuk melakukan operasi militer.

Sebelum penyanderaan terakhir ini, pada Juni lalu, tujuh ABK WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Penyanderaan itu terjadi pada Senin 20 Juni .

Jauh sebelumnya, ada 14 WNI yang disandera Abu Sayaaf dalam kejadian dan waktu terpisah ketika berlayar di perairan Filipina. Mereka dibebaskan pada awal dan pertengahan Mei yang lalu.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa