post image
KOMENTAR
KEMAJUAN teknologi yang kini telah berada di dalam genggaman remaja dan generasi muda, bahkan anak-anak tidak dibarengi defensi pendidikan karakter dari keluarga. Alasan klasik, biasanya disebabkan faktor kesibukan dan rutinitas.

Para orang tua sibuk bergelut di pasar kerja, bahkan menjalankan peran sebagai sekrup-sekrup terkecil dalam pergerakan mesin peradaban industri kapitalistik, diperburuk dengan budaya konsumtif dan gaya hidup yang hedonis. Walhasil, anak, remaja dan generasi muda kurang perhatian, tidak mendapatkan porsi kasih sayang, setidaknya jauh dari yang mereka harapkan.

Ketidakharmonisan rumah tangga, ketidaknyamanan di keluarga tak jarang membuat anak, remaja dan orang muda menjadikan dunia gemerlap bahkan narkoba sebagai kesenangan baru yang menggiurkan.

Di dunia gemerlap ini mereka merasa dilayani oleh seorang DJ, yang boleh dikatakan, sebagai ratu yang mewakili mereka yang kehilangan kepemimpinan di tengah keluarga, boleh pula dikatakan, sebagai ibu yang memasak meracik dan menyajikan makanan 'spritual' mereka yang kering dari pendidikan agama, kasih sayang dan keharmonisan melalui racikan-racikan dan hentakan musik malam yang melenakan.

Anak, remaja dan kebanyakan orang muda dipandang sebagai manusia yang selalu salah, dan para orang tua mereka tetap mengaku sebagai orang yang paling benar. Maka hiduplah mereka dalam satu rumah dalam dunia yang terpisah.

Para orang tua yang malang melanjutkan dunia kesibukan, sementara anak-anak mereka telah membangun sebuah peradaban yang dipimpin para DJ yang telah mengambil alih kepemimpinan dan perhatian mereka dari keluarga mereka. Para orang tua malang pun tak dapat merebut kembali hati anak-anak sendiri juga karena faktor kesibukan.

Peradaban malam, kini telah berani melawan segala bentuk intervensi tak tuntas dari segala pihak, peradaban yang mulai berani menolak segala bentuk nasehat yang dianggap baik dari sebagian orang tetapi tak mengerti akar masalah. Bahkan, pemimpin peradaban malam, yakni para DJ-DJ terkemuka Indonesia, bahkan mengekspor kreasi musik-musik malam yang diberi inovasi dari realitas sosial yang sangat kontradiksi bahkan ironi dari negeri ini.

Om Telolet Om adalah aib kita, wajah ketidakharmonisan keluarga kita, bukti keegoisan kita pada anak-anak kita yang kemudian dikemas dan diperkenalkan para DJ yang terkemuka ke seluruh dunia, hingga menjadi hiburan yang mengasyikkan bagi para pemimpin dan selebritis dunia, bahkan kemudian ikut menjadi lelucon yang tak lucu bagi pemimpin dan para intelektual kita sendiri.

Kita latah dalam ketidaktahuan. Sehingga tanpa sadar, kita ikut menertawakan kehancuran anak-anak, remaja dan generasi kita sendiri. Terima kasih para DJ yang telah mengekspresikan keadaan generasi kami lewat jari-jemarimu yang liar, bahkan tubuh setengah telanjangmu yang dianggap hina bagi dunia lain yang seolah sudah sangat mengerti arti kehadiranmu bagi generasi yang kehilangan pegangan dan panutan.

 Mirisnya, sebagian orang tua masih belumjuga menyadari: Selangkah keluar dari rumah, mereka bukanlah siapa-siapa lagi bagi anak-anaknya. [***]

*Populer disapa Abah Jufri, pengamat sosial





Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Sebelumnya

Delapan Butir Maklumat KAMI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini