MBC. Enam bulan ini, Pusaka Indonesia mencatat ada 101 anak menjadi korban dari berbagai tindak kekerasan di wilayah Sumatera Utara. Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia menempati urutan pertama dengan 34 kasus, diikuti Deli Serdang dengan 13 kasus dan Sidikalang dengan 11 kasus.
Usia yang dominan menimpa anak adalah pada usia 15-16 tahun dengan korban sebanyak 36 anak, kemudian usia 17-18 tahun sebanyak 18 korban.
Demikian dikatakan staf Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia Elisabet, SH, menyikapi masih terabainya kekerasan terhadap anak dalam siaran persnya yang diperoleh MedanBagus.Com, tadi malam.
Data yang dihimpun dari berbagai media massa baik lokal maupun nasional menempatkan, kasus pencabulan menempati posisi pertama sebanyak 51 kasus, penganiayaan dengan 28 kasus diikuti dengan pemerkosaan sebanyak 7 kasus. Mirisnya pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang-orang yang dikenal dengan kehidupan korban.
Dikatakan Elisabet kekerasan terhadap anak yang cenderung semakin meningkat menunjukkan kegagalan pemerintah dalam melindungi dan menghormati hak-hak anak.
Anak, kata dia, seakan-akan menjadi kelompok lemah, yang terus menerus teraniaya dan rentan terjadinya berbagai kekerasan.
''Peran pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah harus lebih dioptimalkan untuk melindungi warganya khususnya anak-anak dan perempuan dari berbagai tindakan kekerasan, yang secara langsung maupun tidak akan mengancam masa depan mereka,'' ungkap Ely biasa dipanggil.
Ditambahkan Ely, Hari Anak Nasional merupakan momentum bagi semua warga negara Indonesia untuk dapat meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan bagi kaum anak, khususnya anak-anak yang menjadi korban kekerasan.
Secara terpisah, ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia Fatwa Fadillah, SH mengatakan bicara tentang anak, maka akan bicara tentang keberlanjutan dan masa depan bangsa dan negara.
''Dimana pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara harus merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak,'' ungkap Fatwa.
Padahal negara sudah begitu banyak mengeluarkan regulasi terkait dengan anak dan hak-haknya. UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah mengatur sedemikian rupa penyelenggaraan perlindungan anak dan juga ancamannya, baik berupa denda dan pidana bagi yang melanggarnya. Tetapi ibarat puncak gunung es, yang kelihatan hanya sedikit di permukaan tapi yang tidak terungkap sangat banyak.
Pun terhadap anak yang menjadi pelaku suatu tindak pidana, sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Dari berbagai media, kasus pencabulan, penganiayaan, trafiking, pembunuhan dan tindakan salah lainnya, banyak melibatkan anak sebagai pelaku.
''Kita sangat khawatir dan prihatin dengan realita ini. keluarnya UU Sistem Peradilan Anak No.11 tahun 2012 yang masih dalam tahap sosialisasi, sudah mengatur berbagai ketentuan mengenai anak sebagai pelaku tindakan salah. Tindakan diversi dan penyelesaian secara restorative justice menjadi inti dari UU ini.''
Menurutnya, akar utama yang perlu diperhatikan dalam pembinaan anak adalah keluarga. Peran orang tua dan keluarga sangat dituntut dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Perhatian, kasih sayang dan perlindungan jangan sampai tidak dirasakan anak-anak sejak mereka masih kecil. Sesibuk apapun orang tua dalam bekerja, jangan sampai luput dalam membina, membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
''Harus dicamkan bahwa anak adalah titipan, amanah dan karunia Yang Maha Kuasa terhadap orang tua, dan itu harus dipertanggung jawabkan,'' pungkas Fatwa.
''Mudah-mudahan hari anak kali ini yang bertepatan dengan bulan Ramadhan tidak hanya diperingati secara seremonial semata, tetapi harus di implementasi semua pihak untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak bangsa ini kedepan.'' kata Fatwa. [ans]
KOMENTAR ANDA