post image
KOMENTAR

Sejak diberilakukanya pemilian kepala daerah (Pilkada) secara langsung sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Taun 2004, banyak terjadi permasalahan.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan mengatakan, sedikitnya, 1000 pilkada secara langsung yang digelar terjadi berbagai macam distorsi yang tidak diharapkan terjadi, walaupun ada sisi postif gubernur, inovatif, dekat dengan rakyat.

"Buah dari desentralisasi termasuk pilkada secara langsung membuat pelaku politik tidak siap. Begitu pula masyarakat pemilih yang kurang siap serta penyelenggara (KPU) yang perlu dikuatkan kapasitasnya," ungkap Djohermansyah dikutip setkab.go.id, Sabtu (19/7/2014)

Dirjen Otda Kemendagri itu mengaku prihatin dengan kepala daerah yang dipilih secara langsung banyak terjerat kasus korupsi.

"Total 327 kepala daerah dari 524 orang terkena proses hukum, 86 persen di antaranya kasus korupsi," paparnya.

Menurut Djohermansyah, banyaknya kasus korupsi yang dihadapi para kepala daerah itu karena politik biaya tinggi. “Biaya bayar kampanye mahal. Kerumitan itu membuat terjadi korupsi," paparnya.

Djohermansyah juga menyoroti banyak pecah kongsi di antara pasangan kepada daerah terpilih dengan wakil kepala daerah. Berdasarkan catatan Kemendagri, kata Djohermansyah, 94 persen kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi.

"Wakil dan kepala gak harmonis pecah," kata Djohermansyah.

Selain itu, menurut Djohermansyah, Pilkada langsung juga menumbuhkan terjadinya politik dinasti.  Berdasarkan catatan Kemendagri, 11 persen pemerintahan di daerah merupakan politik dinasti, termasuk jika dilihat dari hasil Pemilihan Legislatif (Pileg), April lalu.

"Banyak keluarga kepala daerah memenangkan kursi DPR," jelasnya.[rgu]

Sudah Diberlakukan, Parkir Sembarangan Bakal Kena Tilang Elektronik di Medan

Sebelumnya

Perkosa Banyak Pria, Pelajar Indonesia Reynhard Sinaga Dihukum Seumur Hidup Di Inggris

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum