post image
KOMENTAR
Sambil menyampingkan Uni Eropa, Presiden Recep Tayyip Erdogan bersikeras melaksanakan hukuman mati bagi komplotan yang berusaha mengkudeta pemerintahannya pada 15 Juli lalu.

Pemerintah Turki sempat menghapus hukuman mati pada 2004 untuk memuluskan perundingan negaranya masuk dalam keanggotaan Uni Eropa.

Rencana menerapkan kembali hukuman mati langsung mendapat reaksi keras dari negara-negara utama di Uni Eropa, salah satunya Jerman. Jurubicara pemerintahan Angela Merkel menyebut rencana Erdogan itu tidak proporsional. Jerman mendesak Erdogan tidak menghidupkan lagi aturan hukuman mati. Jika Turki tetap melakukannya, semakin besar kemungkinan mereka gagal menjadi bagian Uni Eropa (UE)

Dalam wawancara terbaru dengan Al Jazeera di Ankara, Erdogan tampak tidak peduli dengan ancaman UE. Ia tegaskan, hukuman mati akan dilaksanakan hanya dengan persetujuan parlemen Turki.

"Dunia ini tidak hanya dengan Uni Eropa. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia dan China, mereka semua menerapkan hukuman mati. Ini adalah hak orang-orang Turki dan parlemen untuk memutuskan hukuman mati atau tidak," ujar Erdogan.

Erdogan juga menyebut ada kemungkinan bahwa negara-negara lain terlibat dalam upaya menjatuhkan pemerintahannya.

"Mungkin ada negara lain yang terlibat dalam upaya kudeta. Proses yudisial akan mengungkapnya," tuduh Erdogan.

Selama ini, Erdogan dan lingkaran dekatnya menyebut ulama kharismatik, Fethullah Gulen, dan para pengikutnya sebagai dalang usaha kudeta yang dilakukan sebagian kelompok militer. Sejak 1999, Gulen berdomisili di Saylorsburg, Pennsylvania, AS.

Erdogan mengatakan, pemerintahannya telah mengirim permintaan resmi ke AS untuk ekstradisi Fethullah Gulen. Pihaknya juga telah mengirimkan bukti-bukti keterlibatan Gulen dalam usaha kudeta sebagai syarat yang diminta AS.

"Saya berharap mereka (AS) akan mengambil langkah sesegera mungkin," ucap Erdogan.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa