post image
KOMENTAR
Sejumlah advokat dan aktivis mahasiswa akan mengambil langkah hukum untuk menuntut pemerintahan Jokowi-JK karena abai dalam menjaga toleransi. Pembiaran atas maraknya tindakan-tindakan intoleransi yang dilakukan sejumlah ormas tertentu, dianggap sebagai kelemahan dan juga tidak tegasnya negara dan pemerintahan hari ini dalam menegakkan konstitusi dan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) Sahat Marthin Sinurat menyampaikan, langkah hukum itu dianggap perlu dilakukan, sebab negara dan pemerintahannya bertanggung jawab menjamin dan mewujudkan kemderdekaan warga negara untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.
 
"Sejumlah senior yang berprofesi sebagai pengacara bersama-sama kita untuk membahas rencana menempuh jalur hukum. Terlebih terhadap pembubaran paksa ibadah Natal di Bandung, 6 Desember lalu. GMKI juga telah berkoordinasi dengan berbagai lembaga bantuan hukum, LSM, dan lembaga advokasi lainnya agar dapat bersama-sama menindaklanjuti persoalan ini," jelas dia kepada redaksi, Selasa malam (13/12).
 
Dia menjelaskan, peristiwa pembubaran paksa yang dilakukan beberapa ormas tersebut adalah salah satu bentuk pelanggaran hukum karena panitia KKR telah menerima Surat Tanda Terima Pemberitahuan Nomor STTP/YANMIN/59/XI/2016/Dit Intelkam tentang kegiatan KKR pukul 18.30-22.00 WIB di Gedung Sabuga ITB.
 
"Patut digarisbawahi, pelaksanaan ibadah tidak perlu mengantongi izin dari sejumlah pihak melainkan cukup menyosialisasikan dengan surat pemberitahuan dimana surat ini sudah diterima oleh Kepolisian," ujarnya.
 
Untuk mengadvokasi persoalan ini, lanjut dia, telah dibentuk Tim Advokasi Persoalan Intoleransi yang beranggotakan puluhan pengacara yang akan bertugas membela hak konstitusional warga negara dalam memeluk dan beribadat menurut agamanya.
 
Koordinator Tim Advokasi Persoalan Intoleransi Saddan Sitorus menyampaikan, upaya mengganggu dan merintangi pertemuan-pertemuan agama sebagaimana tercantum dalam Pasal 175 dan 176 Kitab Hukum Pidana (KUHP) Indonesia adalah penistaan terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
 
"Wapres Jusuf Kalla dan Menkopolhukam Wiranto sebelumnya telah menyatakan bahwa aksi pembubaran merupakan bentuk pelanggaran hukum dan tidak bisa dibenarkan. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil juga telah menyampaikan bahwa tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal," ujar Saddan.
 
Karena itu, Negara didesak agar menindaklanjutinya melalui prosedur perundang-undangan yang berlaku.  "Untuk itu, melalui tim yang dibentuk telah memutuskan akan menempuh jalur hukum karena apabila tindakan-tindakan tidak bertanggung jawab dan intoleran seperti ini dibiarkan, maka kejadian serupa akan semakin sering terjadi. Permasalahan ini adalah gerbang masuk untuk kelompok-kelompok yang ingin memecah-belah keutuhan bangsa Indonesia," pungkasnya.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa